SEPOTONG SENJA UNTUK SEBUAH KENANGAN
Jingga
mulai tampak menggelayuti langit sore. Senja kala itu masih begitu terasa dalam
ingatan. Beberapa waktu silam, ketika surya mengendap-endap kembali ke
peraduan, kami berdua begitu mesra menikmati lautan yang mulai keemasan.
Riak-riak laut yang terus mencumbui pasir pantai seakan turut bersuka melihat
kemesraan kami berdua. Ketika ruang terus bersekutu pada waktu, lamat-lamat
senja itu menghilang. Satu persatu tiang-tiang lampu yang berdiri tegak di
sepanjang hamparan pantai mulai memancarkan sinarnya manyambut datangnya malam.
“Hari sudah petang, ayo kita pulang!” Seru
Dimas sambil mengulurkan tangan untuk mebantuku berdiri dari tempat dudukku.
Aku pun menggapai tangannya dan berjalan
pulang dengan rasa penuh kecewa.
“Kok cemberut? Nanti cantiknya hilang
lo.” Kata Dimas sambil menghiburku.
“Aku gak cemberut kok, hanya sebel aja.”
jawabku dengan nada sedikit kesal.
“Jangan marah gitu dong, lain kali aku
pasti ajak kamu menikmati sunset di tempat yang lebih indah lagi.” Jawabnya.
“Janji ya.” Kataku sambil mengulurkan
jari kelingking.
“Janji.” Mengaitkan jari kelingkingnya
ke kelingkingku.
Yah
begitulah sekuntum kenangan yang ditorehkan ketika kami sedang menghabiskan
waktu untuk terakhir kalinya dan entah kapan akan terulang kembali. Untuk yang
kedua kalinya bulan telah berganti tahun, kenangan di senja itu menjadi pelipur
lara hatiku ketika aku kembali mengingatmu.
“Dan aku tak akan pernah lelah untuk menunggu kebahagiaan berasamamu
di waktu senja yang pernah kau janjikan.” Bisikku.
Malam ini sama seperti
malam-malam sebelumnya. Hujan yang turun sejak siang tadi masih belum
menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Dengan ditemani secangkir coklat panas
dan selimut hangat, aku duduk di depan balkon kamarku. Berharap hujan akan
segera reda dan langit kembali tanpa awan. Aku masih mengingat seperti apa
dirimu. Walaupun berjuta-juta detik telah berlalu, tapi semuanya seakan baru.
Seperti baru terjadi kemarin sore.
“Aku merindukanmu Dimas. Kapan kamu akan menepati janjimu?” Bisiku
bersama rinai hujan yang turun seakan hujan mengerti maksud dan harapanku.
Setelah lama aku duduk
di balkon kamarku, tubuh ini pun mulai lelah bersama dengan rasa lelah yang
telah mananti janji yang tak pernah ditepati. Akhirnya aku masuk ke dalam kamar
dan membaringkan tubuh inidan mulai terlelap bersama dengan kenangan-kenangan
yang telah lama usang dimakan waktu.
Matahari pagi sudah menampakkan
cahayanya. Tetesan embun sisa hujan semalam membasahi daun dan rumput di taman.
Tanpa aku sadari waktu sudah menunjukkan pukul 06.00. Aku bergegas mambasi
tubuh ini dan mulai hari baru untuk terus melanjutkan hidupku.
“Hai Sha… Kok lesuh dan gak semangat gitu sih?” Seru sahabatku Syeina.
“Lagi gak enak badan ni Syein, butuh liburan.”
“Bulan depan kita ambil cuti yuk! Kita jalan-jalan. Gimana?”
“Ehm… Emang kamu mau ngajak aku liburan ke mana?”
“Kita pergi ke Bali. Giamana?”
“Boleh juga ide kamu.”
Syeina sangat mengerti
isi hatiku. Dia tahu bahwa ada kehampaan dan ruang-ruang kosong yang telah lama
tak terisi oleh sebuah kisah klasik. Hari ini aku merasakan lelah yang tak
biasanya. Jarum jam yang terus berdetik serasa meremat-remat tubuh ini. Kulihat
jam pada pergelangan tanganku, waktu masih menunjukkan pukul 15.00, satu jam
lagi waktuku untuk pulang. Sore ini, rintik hujan kembali berbunyi menyapu
semua keheningan dalam ruangan kantorku. Hari ini tidak banyak pekerjaan di
kantor, aku sendiri di ruangku. Aku memandang rintik hujan yang jatuh. Air
hujan mendarat mulus tanpa hambatan di halaman kantor yang cukup jauh jaraknya
dariku.Sore ini begitu sendu membuatku teringat kenangan manis yang membuatku
teringat padamu.
“Dimas…Kemana kamu pergi? Tak satupun surat kau kirim untuk
sekadar menanyakan kabarku. Ku harap kau masih mengingatku.” Bisiku dengan
lembut meneteskan air mata yang tak tertahan di pelipis mata ini.
Waktu yang telah ku
sepakati dengan Syeina pun telah tiba. Saatnya aku beranjak pergi dari
kebisingan kota menuju bandara Ngurahrai Bali. Aku bersama Syeina menyusun
jadawal perjalan tour untuk lima hari kedepan. Tour peratma, kita awali dari pantai Tanah Lot. Pantai yang menyuguhkan
keindahan alam. Pantai Tanah Lot terdapat dua pure, yang satu terletak di atas
bongkahan batu besar yang berada sekita 100 meter dari bibir pantai dan satunya
lagi berada disebelah utara Pura Tanah Lot dimana pura ini terletak diatas
tebing dan menjorok ke laut. Selain pura, ada pula daya tarik lainyang terdapat
di tempat ini yaitu sumber mata air tawar, ular suci, dan juga keindahan alam
seperti sunset.
Sumber mata air tawar
yang disebut Tirta Pabersihan ini merupakan air suci yang dikeramatkan. Dan
sudah lama sekali aku tak menikmati keindahan laut tersebut.Sesampainya disana aku
dan Syeina berpisah karena Syeina sudah membuat janji dengan kekasihnya.
Aku sendiri, berjalan di
sepanjang peisir pantai.Menikmati sepoi angin yang membelai riak wajahku. Deburan
ombak yang beriak-riak pelan mulai membasahi sebagian kakiku. Dari kejauhan aku
melihat sosok laki-laki yang sangat mirip dengan Dimas. Dia memakai baju putih
dan duduk di tepi pantai sambil menikmati hembusan angin laut. Aku mencoba
mengahmpirinya, namun kaki ini spontan berhenti untuk melangkah. Aku sangat
terkejut ketika ada seorang wanita yang menghampiri laki-laki yang mirip dengan
Dimas itu. Detik itu juga hati ini hancur bagai di terpa ombak yang
menghancurkan batu karang di lautan. Aku terisak dan mulai melangkahkan kaki
untuk berlari menjauh dari bayang tubuhnya. “Shasya…” sekilah ku dengar namaku
merdu terdengar dari bayang tubuh lelaki tadi. Aku tak menghiraukannya dan
terus berlari menjauh dari bayanganya.
Matahari kembali menyapu setiap sudut kamar hotelku. Memberikan
kiasan cahaya yang menyilaukan. Aku langsung membuka kedua mataku, menyadari
esok hari telah tiba. Di hari baru ini aku mencoba untuk melupakan kejadian
kemarin dan mulai melanjutkan tour panjang liburanku. Kami sepakat untuk
mengunjungi objek wisata Pure Uluwatu. Disana kami disuguhkan dengan hamparan
samudera Hindia yang luas dari ketinggian batukarang yang menjorok ke lautan.
Tak sengaja aku melihat laki-laki mirip Dimas lagi. Tak lama kemudian dia
menghampiriku dan memeluk tubuhku. Aku tak bisa berkata-kata, mulut ini
terkunci rapat. Aku tak dapat memberontak tubuh ini terasa sangat lemas ketika
pelukan hangat itu kurasakan lagi untuk kesekian kalinya.
“Sha… aku sangat merindukanmu.”
Bisik kata itu membuatku tersadar dari lamunanku.
“Kenapa kamu tega
ninggalin aku tanpa sepatah katapun? Apa yang kamu lakukan ke aku itu jahat tau
gak? Aku hampir gila ditinggal olehmu. Kamu tu benar-benar gak punya perasaan.”
“Maafkan aku Sha, memang ini sangat tidak adil buat kamu. Tapi aku
bisa menjelaskan semuanya.”
“Apa yang mau dijelasin? Setelah kemarin ternyata yang aku lihat
itu benar-benar kamu.”
Suasana pun menjadi hening. Tidak terasa waktu ini terus berjalan
tanpa menghiraukan keberadaan kami disini. “Sha…” Kata yang keluar dari mulut
Dimas memecahkan keheningan diantara kita. Kata demi kata pun terucap, Dimas
mencoba untuk menjelaskan semuanya.
“Sha… aku punya alasan yang cukup kuat kenapa aku meninggalkanmu
begitu saja dan tak pernah memberimu kabar. Ekonomi dan kehidupanku tak sepadan
denganmu. Aku takut Sha.. aku takut tak bisa membahagiakanmu.”
“Itu khan menurut pemikiranmu. Dan kamu memutuskan secara sepihak.
Ini sangat tak adil buat aku? Lalu siapa perempuan itu? Tunanganmu? Istrimu?”
“Dia sepupuku Sha. Waktu itu aku di PHK oleh kantor karena kantor
megalami penurunan yang sangat derastis bahkan bisa dibilang hampir bangkrut.
Aku masuk di daftar dari orang-orang yang terkena PHK dan detik itu juga aku
mulai ragu untuk melanjutkan hubungan ini karena aku seorang pengangguran Sha. Dan
saat itu juga aku memutuskan untuk kembali ke keluargaku di Bali.” Jawabnya
dengan nada lesuh.
“Tapi kenapa Dim? Kenapa kamu gak pernah mau cerita tentang hal
itu.”
Sejak pertemuan itu aku
sudah memaafka Dimas dan kami pun memulai dengan lembaran baru.
Saat hari terakhir aku di Bali, Dimas mengajakku kesebuah pantai yang cukup
jauh letaknya. Tempat itu begitu indah dengan balutan senja yang menutupi
sebagian langit Pulau Bali. Gulungan ombak dan tiupan angin serta lantunan
musik klasik menghantarkanku pada kenangan di masa lalu di saat terakhir kali
kita bertemu. “Waktulah yang mempertemukan kita berdua di sini bersamamu.”
Bisikku dalam hati sambil menikmati sunset di pulau Bali.
“WILL YOU MARRY ME?” kata-kata itu tertera di sebuah kartu ucapan
yang tertempel dengan seikat bunga mawar. Aku terkejut ketika melihat tulisan
itu. Sungguh tak kusangka akhirnya kata yang selama ini kunanti menjadi sebuah
kenyataan. Aku sangat bahagia dan tak dapat berkata-kata. Dimas kemudian
memakiakan cincin di jari kelingkingku. Dia kemudian memeluk dan mencium
keningku. Kami menghabiskan malam itu dengan penuh cinta. Dan pada akhirnya cintaku
menemukan jalannya untuk berjalan menuju keabadian dan keindahan.
http://chitchatterus.blogspot.com/2017/10/izin-usaha-alexis-tak-semuanya-dicabut.html
BalasHapushttp://chitchatterus.blogspot.com/2017/10/izin-usaha-alexis-tak-semuanya-dicabut.html
http://chitchatterus.blogspot.com/2017/10/pria-jepang-ini-simpan-potongan-tubuh-9.html
Yuk Buruan Gabung Bersama Kami Situs Mewah Dengan Banyak Bonus Melimpah .
BalasHapusPercayakan permainan Kartu Anda Bersama Kami .
Proses Deposit Dan Wihtdraw Cepat .
AGEN BANDARQ
BANDARQ
DOMINO 99
SAKONG
BANDAR SAKONG
Percayakan Permainan Kartu Online anda Bersama Kami
Contact Us :
BBM : D872D7D9
WECHAT : PELANGI99COM
WA : +855 166 75 661
LINE : PELANGI99,COM
SILAHKAN BOSS ^^
Loginsite :
Pelangiasik,com
Indopelangi99,com
Pelangi99,net