Menggayuh Asa
Satu bulan sudah aku lulus sekolah dan selama itu
aku membantu ibu berjualan di pasar. Setiap hari yang kulihat hanya sayur mayur
dan segala macam bumbu dapur. Aku bosan dengan suasana yang terus seperti ini.
Aku ingin melanjutkan kuliah dan menggapai cita-citaku menjadi seorang guru. Saat
semua anggota keluarga sedang berkumpul, aku memberanikan diri untuk
mngutarakan apa yang aku inginkan.
“Pak, bu, aku ingin melanjutkan kuliah” kataku
dengan ragu.
“Mau kuliah dimana nduk? Kamu sudah yakin?” tanya
ibuku.
“Aku mau kuliah di Jakarta bu, ambil keguruan. Aku
sudah lama ingin menjadi guru” jawabku.
“Kalau kamu memang sudah yakin bapak akan mencarikan
uang untuk kamu kuliah. Tapi biaya hidup di Jakarta mahal nduk. Bapak tidak
sanggup kalau membiayai kamu sampai lulus. Kedua adikmu juga masih sekolah”
sahut bapak.
“Bapak tenang saja, nanti Tini bisa sambil bekerja.
Tini juga sudah bilang sama mbak Yuni kalau jadi kuliah di Jakarta Tini
dibolehkan tinggal dirumahnya” jawabku.
Semua keluarga mengizinkan dan aku juga sudah
mendapatkan pengumuman kalau aku diterima di perguruan tinggi di Jakarta.
Setelah berpamitan kepada semua keluarga, dengan berat hati aku melangkahkan
kaki meninggalkan rumah dan pergi menggapai cita-citaku.
Kuliah untuk yang pertama kali aku merasa malu dan
sepi karena aku tidak mempunyai seorang teman pun disana. Saat jam istirahat
aku sedang duduk di kantin dan tiba-tiba ada yang mendatangiku dan mengajak
berkenalan. Dita namanya. Ternyata dia teman sekelasku. Dialah satu-satunya
teman yang aku miliki saat ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Aku bergegas
meninggalkan kampus dan langsung menuju tempat kerjaku. Sebelum mulai kuliah,
aku sudah bekerja selama satu minggu di kantor yang sama dengan mbak Yuni. Aku
sangat berterimakasih kepada mbak Yun karena sudah banyak membantu selama aku
di Jakarta. Tanpa mbak Yun mungkin sampai sekarang aku belum mempunyai
pekerjaan.
Selama empat semester aku jalani dengan lancar. Aku
tidak pernah bolos kuliah dan aku masih tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan.
Sebagian uang juga aku kirim untuk keluargaku di desa. Walaupun jumlahnya tidak
banyak tapi aku harap dapat sedikit mengurangi beban orangtuaku. Terkadang aku
merasa sangat rindu kepada keluarga di desa. Aku rindu dengan suasana kebersamaan
bersama ibu, bapak, dan kedua adikku. Setelah sholat tidak lupa selalu kuselipkan doa untuk mereka.
Hari ini kuliahku libur, tapi aku masih harus tetap
pergi bekerja. Karena libur aku pergi ke kantor lebih awal dan ingin
menyelesaikan pekerjaanku lebih cepat. Setelah jam makan siang berlalu aku
sudah ada di meja kerjaku. Tiba-tiba teman kerjaku datang.
“Tin, pekerjaanmu masih banyak nggak?” tanya mbak
Dina.
“Tidak mbak, sudah hampir selesai kok. Ada apa ya?”
tanyaku.
“Gini Tin, aku ada keperluan mendadak diluar. Kamu
bisa nggak ngerjain pekerjaanku? Soalnya harus dikumpulkan hari ini dan aku ada
urusan lain yang juga penting.” pinta mbak Dina.
“Aduh, gimana ya mbak. Aku takut nanti salah
ngerjainnya mbak.”
“Aku yakin kamu bisa ngerjainnya Tin. Aku percaya
sama kamu. Ini data yang harus kamu buat. Nanti hasil upahnya aku bagi dua”
kata mbak Dina meyakinkan.
Hari demi hari berlalu, ada beberapa teman yang
meminta pekerjaanya aku kerjakan. Bukan karena mereka malas mengerjakannya,
tapi mungkin mereka ada urusan lain yang mendadak. Aku mengerjakan pekerjaan
mereka tanpa merasa terbebani. Karena aku senang bisa membantu orang lain.
Walaupun aku tidak meminta upah, tapi mereka memaksaku untuk menerimanya.
Rezeki memang tidak terduga datangnya dari mana.
Seminggu sudah aku lembur di kantor. Selain
pekerjaanku sendiri yang menumpuk, pekerjaan teman-temanku juga lumayan banyak.
Aku juga sudah memasuki semester akhir. Sudah waktunya aku memikirkan membuat
skripsi. Satu per satu pekerjaan aku selesaikan. Tidak kusangka pekerjaan
sebanyak ini dapat selesai tepat waktu.
Hari berikutnya seperti biasa setelah pulang kuliah
aku langsung bekerja. Saat hendak memberikan soft file pekerjaan tiba-tiba
tubuhku lemas dan wajahku pucat. Tapi aku memaksakan diri untuk beranjak dari
tempat duduk. Saat berjalan beberapa langkah, perlahan-lahan penglihatanku
menjadi buram dan, brukkk…
Aku mencium bau yang tidak biasanya, seperti bau
obat-obatan. Saat membuka mata, yang aku lihat sebuah ruangan serba putih. Aku
dilarikan ke rumah sakit karena teman-temanku panik melihatku pingsan. Setelah
diperiksa, dokter mengatakan bahwa aku hanya terlalu kecapekan. Kabar bahwa aku
berada di rumah sakit sudah sampai ditelinga orangtuaku. Mereka sangat panik.
Tapi aku meyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja dan mereka tidak perlu
datang kemari.
Seminggu menginap di rumah sakit, aku sudah
diperbolehkan pulang. Karena tubuhkau masih terasa lemas, aku libur kuliah dan
libur kerja. Temanku Dita selalu berada disampingku untuk menyemangatiku. Dia memang benar-benar sahabat yang sangat
baik.
Setelah sehari beristirahat di rumah, hari
berikutnya aku sudah mulai aktif lagi untuk kuliah dan bekerja. Skripsiku sudah
diterima. Sekarang fokus untuk pendadaran. Aku mengurangi pekerjaanku karena
tidak ingin aku jatuh sakit lagi. Cukup kemarin yang pertama dan terakhir
kalinya aku sakit.
Semua berjalan sesuai dengan yang aku impikan. Gelar
sarjana pendidikan dibelakang namaku sudah berada didepan mata. Tak kusangka
aku dapat mewujudkan cita-cita lamaku. Tidak sabar aku memberikan kabar gembira
ini kepada orangtuaku. Kerja kerasku selama ini tidak sia-sia. Sekarang aku
dapat menuai hasil jerih payahku.
Hari yang kutunggu tiba. Hari ini aku diwisuda.
Kedua orangtuaku datang dengan wajah bahagia mereka. Aku dapat merasakan aura
kebahagiaan itu. Aku merasa berhasil membuat orangtuaku bangga. Namun itu belum
cukup. Setelah lulus aku harus mencari pekerjaan baru lagi yang sesuai dengan
keahlianku. Namun untuk saat ini aku menikmati gelar baruku. Namaku sekarang
menjadi Sukartini, S.Pd.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar