20171027

Teks Drama "Jalan Pintas"

JALAN PINTAS
Karya Hilda Alviana

Tokoh: 1. Pak Qoirul
2. Bu Rani
3. Si sulung
4. Bontot
5. Bu Diyah
6. Bu Eka
7. Bu Narti

Latar Tempat: 1. Warung Bu Narti
2. Rumah Pak Qoirul

Kekayaan tetangga kiri dan kanan ternyata mulai menngusik Bu Rani. Ia merasa kurang nyaman melihat Bu Kapti tetangga sebelah kanan rumahnya yang terkenal memiliki tanah yang luas dan dimana-mana. Pagi itu Ibu-ibu sedang berkerumun di warung sayur tempat Bu Narti.
Bu Narti          : (Melihat Bu Rani sedang menghampiri warung) “Eh Bu Rani tumben
               wajahnya mendung hehe..” (Meledek)
            Bu Rani           : (Senyuman sinis) “Enggak ada apa-apa kok.”
            Bu Diyah         : (Melihat dan bertanya) “Eh,iya Bu kok tumben sekali kayak gitu?”
Bu Rani           : “Aiss, biasa aja orang sini memang enggak ada apa-apa kok, Bu Nar
                          Cabe satu kilo sekarang berapa?” (Mengahlikan pembicaraan)
Bu Narti          :”Sekarang lagi murah Bu, satu kilonya cuma 12Ribu.”
Bu Rani           :”Saya ambilin 1kg saja Bu.”
Bu Diyah         : (Nada iri)“Bu Kapti kemarin beli sawah punya tetangga sebelah!”
Bu Rani           : (Melirik dan bertanya) “Emang beli sawahnya siapa Bu Di?”
Bu Diyah         :”Sawahnya pak Jali, kemarin Bu Thomas juga abis menukar mobil  
lawasnya dengan sebuah mobil baru keluaran toyota.”
Bu Eka                        :”Bu thomas suaminya pengusaha, jadi enggak kaget kalau barang-
                           barangnya baru.”
Bu Rani           :”Saya duluan ya, mari.” (Meninggalkan warung)

Sesampai dirumah, Bu Rani langsung menelefon suaminya yang sudah berada di kantor.


Bu Rani           : (Tidak basa-basi langsung nerocos) “Hallo pak, Bu thomas kemarin
                          beli mobil keluaran dari Toyota dan Bu Kapti Beli Sawah..Hanjuk
                          adewe kapan!?”
Pak Qoirul       : (Sambil menghela napas panjang) “Nyebut Bune, Rezekinya kita lagi
segini tolong disyukuri kalau besok Bapak udah punya rezeki, besuk
Bapak akan menukar mobil butut kita ya.”
Bu Rani           :”Ealah pak, boro-boro tukar mobil, lha yang namanya ngecet rumah
aja sudah bertahun-tahun belum juga bisa, kui jenenge menghayal
ketinggian pak..pak.” (Matanya sambil melotot)
Pak Qoirul       :”Bu, Aku mementingkan pendidikan anak-anak dulu. Si sulung sudah
kelas 6 SD sedangkan si bontot baru masuk Sekolah Dasar.
Bayangkan saja berapa biaya yang harus aku siapkan untuk
memenuhi pendidikan buat anak-anak kita, biar mereka mendapat
sekolah yang bermutu dan mengajarkan akhlak yang benar.
Bu Rani           :”Ya sudah pak, maaf kalau menganggu” (Tidak mengubris apa yang
                           dikatakan suaminya dan mematikan telefonnya)

Pukul 02.00 WIB, pak Qoirul sudah sampai rumah di depan rumah sudah dihadang sama Bu Rani dengan raut wajah yang tidak menyenangkan.

Bu Rani           :”Makan dulu pak, tapi cuma sama sayur kangkung lauknya tuh ada
                          tempe sama tahu goreng.” (Meninggalkan suaminya)
Pak Qoirul       : (Keluar dari kamar tidur dan menuju ruang makan ) “Alhamdulilah, 
hari ini masih bisa makan.” (Suaranya sambil dikeraskan)
Anak-anak       :”Asalamualaikum, kami pulang Bapak Ibu?” (Mencari bapak ibunya)
Pak Qoirul       :”Walaikumsalam, dari mana kalian? Sekarang kalian cuci tangan dulu
habis itu sini makan bareng sama bapak.” (Tersenyum manis)
Anak-anak       :”Iya Pak.” (Berlari menuju kamar mandi)

Mereka makan bersama tanpa ditemani sang ibu, setelah makan mereka disuruh Bapaknya untuk sholat zuhur dan setelah itu  mereka tidur siang. Pak Qoirul pun sholat zuhur dan memutuskan untuk duduk diteras rumah untuk membaca koran supaya tidak jenuh.

Pak Qoirul       : (Berkata dalam hati“ Rani yang kunikahi 10tahun yang lalu, tapi dulu
Rani kupilih menjadi istriku karena sangat pengertian dan memahami
diriku, tapi kenapa sekarang menjadi berubah?Ia sangat
materialistis.”)
Bu Rani           : (Keluar dari dalam rumah dan menghampiri, Pak Qoirul kaget dan 
                         terjaga dari lamunan )”Oalah pak..pak siang-siang gini kok melamun,
melamunin apa? Apa ngelamunin  janda belakang rumah!” (Efek
sedang jengkel)
Pak Qoirul       : (Merasa kaget dengan spontanitas mengatakan) “Wong Edan, ealah
              Bu, sudah tua,masih waras ngapain mikirin janda,mikirin kamu
                         aja udah buat Bapak pusing!”
Bu Rani           :”lha..terus kok ngelamun, ngelamunin apa?”
Pak Qoirul       :”Ngelamunin Ibu itu.”
Bu Rani           :“Ibu,,emang Ibu saiki tambah ayu po Pak? (Sambil kegenitan)
Pak Qoirul       :”Halah omong apa Bu, enggak Bapak cuma heran aja sama Ibu yang
sekarang.”
Bu Rani           :”Ada apa to Pak? (Kursinya digeser mendekati suaminya) “Pak, Ibu
mau minta dibeliin kalung yang lagi model sekarang, masak ibu-ibu
didesa sini sering gonta-ganti perhiasannya ibu enggak, ibu malu pak
kalau lagi kumpul sama ibu-ibu yang lain.” (Sambil merengek seperti
                          anak kecil).                                                                      
Pak Qoirul       :”Ya ampun Bu, kenapa sekarang Ibu jadi menjengkelkan seperti ini!”
Bu Rani           :”Ya sudah, kalau Bapak enggak mau membelikan perhiasan yang baru
(Mendorong kursi dengan sekuat tenaga dan pergi meninggalkan
suaminya masuk rumah )
Pak Qoirul       :”Astagfirulloh, Rani..rani kamu sekarang benar-benar berubah.”
(Menyusul istrinya masuk rumah).


Matahari sudah menampakan cahayanya Si sulung san Si bontot sudah bersiap-siap untuk berangkat kesekolah namun pak Qoirul belum juga bangun.

Sulung             :“Bu,bapak mana kok sudah tidak ada?”
Bu Rani           :”Belum bangun,tadi malam tidur sampai tengah malam.”
Bontot             :”Kok tumben, Bapak kesiangan gini. Ibu kenapa tidak
                          membangunkan?”
Bu Rani           : ( Tak menjawab dan sibuk menghidangkan makanan sarapan)
Sulung             :”Ibu maaf, Ibu ada uang tidak? Kami keburu terlambat, kami tidak
                           berani membangunkan Bapak.”
Bu Rani           :”Iya nak, sebentar ( Mengambilkan uang disakunya)
Sulung             :”Terimakasih bu,kami berangkat dulu.” (Mencium tangan ibunya
diikuti si bontot)
Bu Rani           :”Eee..sarapan dulu nak” (Berteriak karena anak-anaknya sudah keluar
                          rumah)
Bontot             :”Maafkan kami Bu, keburu masuk!”

Pak Qoirul bangun dan sangat kaget bahwa hari sudah mulai siang dan tandanya dia akan telat bekerja, dengan buru-buru Pak Qoirul langsung menuju kamar mandi, setelah bersiap-siap Pak Qoirul tak menyempatkan untuk sarapan, akan berpamitan dengan istrinya, istrinya sudah menghilang dari rumah. Sesampai dikantor Pak Qoirul menghadap atasan.

Pak Qoirul       : (Mengetuk pintu dan masuk) “Sebelumnya saya minta maaf Pak, saya
                         terlambat karena tadi malam saya tidur terlalu malam dan sedikit tidak
                         enak badan.”
Pak Karno       : (Tersenyum) “Tidak apa-apa, sekarang Bapak boleh kembali dan
                          bekerja.”
Pak Qoirul       : “Terimakasih Pak.” (Kembali keruangan dan bekerja)

Setelah berjam-jam bekerja, telefon pak Qoirul berbunyi ternyata istrinya menelfon Pak Qoirul.

Pak Qoirul       :”Ada apa, aku lagi sibuk dan sebentar lagi ada meeting!”
Bu Rani           :”Kasih uang ya Pak, Ibu mau beli tas, sepatu dan kosmetik Ibu sudah
habis.”
Pak Qoirul       :”Bicarakan pas aku sudah pulang kerumah saja.”
Bu Rani           :(Sambil merengek) kemarin Bu Diyah (Sales) bilang kalau
ditempatnya lagi ada promo kosmetik, belikan ya Pak.
Pak Qoirul       :”Baiklah, Ibu ambil dulu saja apa keperluaan Ibu nanti Bapak yang
bayar.”
Bu Rani           : “Terimaksih Bapak (tersenyum) dan menutup telfonnya.”

Beberapa Minggu kemudian, saat Pak Qoirul pulang dari kantor sudah ada Ibu Diyah yang menunggu kepulangannya.

Ibu Diyah        :”Selamat Siang Pak, kok pulangnya awal? Hehe.” (Pertanyaan bosa-
basi)
Pak Qoirul       :”Siang, oiya ini Bu memang sudah jam pulang.”
Ibu Diyah        :(Meyodorkan tagihan) “ini Pak.”
Pak Qoirul       : “Apa ini?” (Kaget sambil menatap Bu Diyah)
Ibu Diyah        : “Tagihan barang yang sudah diambil Istri Bapak.”
Pak Qoirul       : “Ya Allah, dimana Tiwi?” (Marah)
Bu Diyah         :”Sejak tadi rumah ini kosong, saya bisa masuk karena pintunya
terbuka saya kira ada orangnya ternyata tidak.”
Pak Qoirul       :”Ya sudah Bu, sebentar saya ambilkan uangnya” (Merasa Kecewa
dengan ulah istrinya).
Ibu Diyah        :”Baik Pak.” (Menganguk dan Tersenyum)
Pak Qoirul       : (Memberikan uang)
Ibu Diyah        :” Terimaksih, kalau begitu saya terusan saja Pak.”
Pak Qoirul       : (Tersenyum) “Silahkan Bu.”

Tidak Lama kemudian, Bu Rani pulang dengan raut wajah yang begitu ketakutan. Anak-anaknya sedang bermain bersama mainan mobil-mobilannya menatap Ibunya yang tidak seperti biasanya merekapun penasaran, apalagi si sulung.

Sulung             :”Ibu..kenapa wajah ibu seperti orang ketakutan?”
Ibu Rani          : “Tidak Nak, Ibu tidak apa-apa kok.” (Tersenyum)
Bontot             : “Ibu, aku kangen Ibu. Kenapa Ibu akhir-akhir ini sibuk?”
Ibu Rani          : (Mendekati anak-anaknya) “Maafin Ibu Nak, Ibu lagi mempunyai
Urusan yang sangat penting, tapi Ibu tetap sayang kalian kok.”
                           (Mendekap kedua anaknya) “Emm..Bapak kalian sudah pulang?”
Pak Qoirul       : “Iya, Bapak sudah pulang ada apa?”
Ibu Rani          :”Eh Bapak, enggak kok tunben Bapak tidak bersama sama anak-
                           anak?” (Senyum ketakutan)
Pak Qoirul       :”Dari mana kamu, tadi Bu Diyah mencarimu?” (Nada amarah)
Ibu Rani          :”Ke Rumah Bu Eka Pak, membahas arisan.”
Pak Qoirul       :”Kenapa pintu rumah tidak ditutup, untung saja Bu Diyah yang masuk
                          kalau orang lain bagaimana?”
Bu Rani           :”Ya Allah, tadi Ibu lupa menutup pintu soalnya Ibu terburu-buru, Ibu
                          Diyah tadi kesini pak? (Kaget dan gugup)
Pak Qoirul       :”Rani..rani, kamu itu sudah kelewatan banget, bilang sama aku kan
                          bisa enggak semena-mena gitu dong!”
Ibu Rani          :”Mau gimana lagi, Ibu malu sama ibu-ibu masak diantara ibu-ibu
                          lainnya, Cuma ibu yang enggak punya apa-apa!” (Emosi)
Pak Qoirul       :( Menggeleng-geleng kepala)
Ibu Rani          :”Oh, Jadi Ibu bikin malu bapak?” ( Jengkel)
Pak Qoirul        :”Ibu jangan ulangi lagi, Bapak Cuma enggak pingin hidup kita
terbebani hutang malu Bu. Apalagi ditagih kayak kemarin.”
(Mencoba meredakan suasana)
Ibu Rani          : Emang, Bapak enggak suka punya istri yang cantik! Ibu mau merawat
diri seperti inikan buat Bapak. (Cemberut dan tak mau kalah)
Pak Qoirul       :”Iya terimakasih kalau itu tujuannya, tapi Bapak lebih suka kalau Ibu
berpenampilan apa adanya.”
Bu Rani           : (Terdiam)

Beberapa Tahun kemudian, Bu Rani meminta ijin Pak Qoirul untuk pergi bersama teman-teman arisannya ke Jawa Timur.

Bu Rani           :”Pak, Ibu mau jalan-jalan ke Surabaya bersama Ibu-ibu arisan, Ibu
jenuh di rumah terus supaya sedikit terobati.”
Pak Qoirul       :(Berfikir sejenak) “Iya sudah kalau itu kemauan Ibu, anak-anak juga
sudah pada besar jadi bisa mengurus keperluan masing-masing.”
Bu Rani           :”Iya Pak, si Bontot juga sudah pandai melakukan pekerjaanIbu
berangkat 1hari lagi.”
Pak Qoirul       :”Jangan lupa jaga diri baik-baik disana.” (Beranjak dan mengambil
uang untuk diberikan kepada Istrinya). “Ini uang saku untuk Ibu.”
Bu Rani           :”Iya trimakasih pak.”

Empat hari kemudian Bu Rani sudah pulang, ia membeli beberapa oleh-oleh berupa makanan untuk anak-anak.

Ibu Rani          :”Ibu, seneng banget Pak di Surabaya ibu diajak jalan-jalan di tempat
                         Wisata Hutan Mangrove pemandangan disana sangat indah, kejenuhan
                         Ibu sedikit terobati.”
Pak Qoirul       : (Hanya mengangguk-ngangguk)
Bu Rani           :”Anak-anak dimana Pak?”
Pak Qoirul       :”Mungkin lagi keluar dari tadi belum pulang.”
Bu Rani           : (Tiba-tiba menangis)
Pak Qoirul       :”Apa yang terjadi Bu?” (Kebingungan)
Bu Rani           :”Kalung Mas kawin kita hilang, entah terjatuh saat dimana Pak,
Maafin Ibu pak. (Menatap Pak Qoirul )
Pak Qoirul       :(Walaupun kesal mendengar Kalung Mas Kawin hilang, mau gimana
lagi Pak Qoirul tak bisa berbuat apa-apa) Ya, sudah tidak apa-apa.
Bu Rani           :”Bapak marah ya, maaf Ibu enggak sengaja pak.”

Pagi-pagi Bu Rani sudah bersiap-siap untuk berolahraga, tanpa disadari Pak Qoirul mengamati gerak-geriknya.

Pak Qoirul       :”Mau Kemana? Tumben Ibu sudah rapi?”
Ibu Rani          :“Ah, Bapak ini gimana sih. Istrinya mau olahraga kok Bapak agak
                         curiga! (Berkata ketus dan keluar rumah)
Pak Qoirul       :”Ya, Bapak Cuma bertanya saja kok.”

Tak Lama kemudian, Pak Qoirul menuju dapur. Di dapur dia sangat kaget karena terdapat teronggok bunga-bungaan tujuh rupa beserta kemenyan dan rokok kretek yang diletakan ditampah. Malam harinya, Pak Qoirul curiga dengan Bu Rani.

Pak Qoirul       :”Ibu...bu” (Mencari Bu Rani)
Sulung             :”Ada apa Pak, kok teriak-teriak?”
Pak Qoirul       :”Ibu kamu, kemana nak?”
Sulung             :”Bau apa ini?” (Sambil mengembus-ngembus mencari arah bau yang
asing itu)
Pak Qoirul       :”Seperti bau kemenyan (Menghampiri sumber bau itu, dan membuka
pintu kamar. Benar-benar kaget) “Rani, sedang apa dia?” (Teringat
kejadian tadi pagi, Pak Qoirul juga mendengar Bu Rani membisikan
kalimat asing yang terdengar ditelinga pak Qoirul)
Bontot                         : (Mendekati Pak Qoirul) “Ada apa pak?”
Pak Qoirul       : (Menutup pintu kamar) “Tidak ada apa-apa nak, sekarang kamu sama
kakak kamu tidur dulu sana. Besuk masuk sekolah nanti terlambat.”
Bontot                         :”Baiklah Pak.” (Menghampiri si sulung dan mengajak untuk tidur)
Di dalam kamar Pak Qoirul tidak bisa tertidur pulas dia sering kali terjaga dari tidurnya, dia memutuskan untuk keluar untuk mencari angin. Tersadar bahwa istrinya belum juga kembali ke kamarnya.

Pak Qoirul       :(Membuka pintu rumahnya, matanya pun terpana melihat Bu Tiwi
duduk menyendiri di teras rumah dengan mematikan lampu, sesekali
dia tertawa dan bercakap-cakap sendiri)

Beberapa minggu kemudian, Pak Qoirul tentu saja tak bisa membiarkan Istrinya menjadi gila. Maka suatu malam di saat anak-anak sudah terlelap Pak Qoirul mengajak bicara dan menanyakan perubahan Istrinya.

Pak Qoirul       :”Bu, akhir-akhir ini kenapa rumah kita terdapat barang-barang aneh.
Ibu kemarin malam jumat menyendiri di teras rumah dan
bercengkrama dengan siapa, Bapak lihat tidak ada siapa-siapa?”
(Tatapan yang curiga)
Bu Rani           : (Diam saja dan berkilah belum saatnya dia jelaskan)
Pak Qoirul       : (Menekan) “Bapak keberatan dengan adanya bunga tujuh rupa dan
bau kemenyan yang setiap malam menyengat hidung!”
Bu Rani           : (Menunduk) “Bapak tenanglah, nanti kalau sudah ada hasilnya Bapak
pasti juga bakal terima kasih ke Ibu”.
Pak Qoirul       :”Maksud Ibu?”
Bu Rani           :”Sudah, malam makin larut tidur dulu pak besuk bapak terlambat.
Bapak sudah baikan ya, sukurlah.” (Merenges)

Beberapa minggu kemudian, sepulang kerja Pak Qoirul melihat  ada sebuah kotak berisi kue donat dari toko donat terkenal di Jakarta.

Pak Qoirul       :“Dari siapa donat ini, Bu?” (Sambil mengambil donat yang berwarna
                         coklat).
Bu Rani           :“Aku yang beli tadi, sekalian jalan-jalan ke mal sama Bu Thomas
nyoba mobil barunya.” (Jawabnya Ketus).

Minggu depannya lagi, ada DVD, tas, sepatu, baju,lauk mewah dari restoran Padang dan beragam barang baru di rumah.


Pak Qoirul       :”Ibu dari mana barang-barang ini Ibu dapatkan?”
Bu Rani           :”Ya beli dari mal, emang saya nyolong!” (Teriak Bu Tiwi dari kamar
mandi).
Pak Qoirul       :(Jengkel, Marah Pak Qoirul mengedor pintur kamar mandi dan
meminta penjelasan dari mana uang untuk membeli barang-barang itu).
Bu Rani           :(Membuka pintu kamar mandi) “Sumpah, aku tidak jual harga diri, ini
semua uang hasil perjuanganku”.
Pak Qoirul       : “Perjuangan dari mana?! Jelas Ibu tidak bekerja dan kita hanya hidup
dari gajiku yang pas-pasan!” (Teriakan yang tak kalah sengitnya).
Bu Rani           : “Aku memelihara tuyul pak, karena Aku lelah oleh kemiskinan yang
mendera kita. Aku juga ingin mempunyai barang bagus seperti
tetangga. Aku menjual kalung emas dan memberikan kepasa dukun
sakti di Jawa Timur sebagai mas kawin untuk mendapat bantuan tuyul.
Dan tuyul itulah yang mencari uang buat kita Pak.” (Jelas Bu Rani di
sela-sela tangisannya).
Pak Qoirul       : (Tak berdaya)
Bu Rani           :“Tiap pagi aku harus membawa tuyul itu jalan-jalan dan malam hari
aku memberikan makan dengan bunga tujuh rupa lengkap. Aku juga
harus menggendongnya jika malam, makanya aku selalu melewatkan
malam duduk di teras rumah dan sesekali harus menyusuinya.”
(Terangnya lagi)
Pak Qoirul       :(Memandangi istrinya tanpa kedip dan merasa sangat terhantam) Ibu memelihara tuyul hanya karena iri dengan kemewahan yang dimiliki tetangga. (Bertegun dan tak mampu berucap lagi).
Bu Rani           :”Sekali lagi maafkan Ibu pak.” (Sambil menangis dan memeluk
suaminya)
Pak Qoirul       :(Memaksa melepaskan pelukan istrinya) “Saya sudah lelah hair batin.
Bapak memutuskan untuk Ibu memilih Keluarga apa tuyul?”
Bu Rani           :(Dengan rasa keberatan memutuskan untuk memilih keluarganya
dibandingkan tuyul)


Kemudian Keluwarga ini menjadi keluwarga yang harmonis lagi. Bu Rani menyesali perbuatannya dan kembali kejalan yang benar.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Honey Bunny Template by Ipietoon Cute Blog Design