JALAN PINTAS
Karya Hilda
Alviana
Tokoh: 1. Pak Qoirul
2.
Bu Rani
3.
Si sulung
4.
Bontot
5.
Bu Diyah
6.
Bu Eka
7.
Bu Narti
Latar
Tempat: 1. Warung Bu Narti
2. Rumah Pak
Qoirul
Kekayaan
tetangga kiri dan kanan ternyata mulai menngusik Bu Rani. Ia merasa kurang
nyaman melihat Bu Kapti tetangga sebelah kanan rumahnya yang terkenal memiliki
tanah yang luas dan dimana-mana. Pagi itu Ibu-ibu sedang berkerumun di warung
sayur tempat Bu Narti.
Bu Narti : (Melihat Bu Rani sedang menghampiri warung) “Eh Bu Rani tumben
wajahnya mendung hehe..”
(Meledek)
Bu Rani : (Senyuman sinis) “Enggak ada apa-apa kok.”
Bu Diyah : (Melihat dan bertanya) “Eh,iya Bu kok tumben sekali kayak
gitu?”
Bu Rani :
“Aiss, biasa aja orang sini memang enggak ada apa-apa kok, Bu Nar
Cabe satu kilo
sekarang berapa?” (Mengahlikan pembicaraan)
Bu Narti :”Sekarang
lagi murah Bu, satu kilonya cuma 12Ribu.”
Bu Rani :”Saya
ambilin 1kg saja Bu.”
Bu Diyah :
(Nada iri)“Bu Kapti kemarin beli sawah punya tetangga sebelah!”
Bu Rani :
(Melirik dan bertanya) “Emang beli sawahnya siapa Bu Di?”
Bu Diyah :”Sawahnya pak Jali, kemarin Bu Thomas juga abis menukar
mobil
lawasnya dengan sebuah mobil baru keluaran
toyota.”
Bu Eka :”Bu
thomas suaminya pengusaha, jadi enggak kaget kalau barang-
barangnya baru.”
Bu Rani :”Saya
duluan ya, mari.” (Meninggalkan warung)
Sesampai dirumah, Bu Rani langsung
menelefon suaminya yang sudah berada di kantor.
Bu Rani :
(Tidak basa-basi langsung nerocos) “Hallo pak, Bu thomas kemarin
beli mobil keluaran
dari Toyota dan Bu Kapti Beli Sawah..Hanjuk
adewe kapan!?”
Pak Qoirul : (Sambil menghela napas panjang) “Nyebut Bune, Rezekinya kita
lagi
segini tolong disyukuri kalau besok Bapak
udah punya rezeki, besuk
Bapak akan menukar mobil butut kita ya.”
Bu Rani
:”Ealah pak, boro-boro tukar mobil, lha yang namanya ngecet rumah
aja sudah bertahun-tahun belum juga
bisa, kui jenenge menghayal
ketinggian pak..pak.” (Matanya sambil
melotot)
Pak Qoirul :”Bu, Aku mementingkan pendidikan anak-anak dulu. Si sulung
sudah
kelas 6 SD sedangkan si bontot baru
masuk Sekolah Dasar.
Bayangkan saja berapa biaya yang harus
aku siapkan untuk
memenuhi
pendidikan buat anak-anak kita, biar mereka mendapat
sekolah
yang bermutu dan mengajarkan akhlak yang benar.
Bu
Rani :”Ya sudah pak, maaf kalau
menganggu” (Tidak mengubris apa yang
dikatakan suaminya dan
mematikan telefonnya)
Pukul
02.00 WIB, pak Qoirul sudah sampai rumah di depan rumah sudah dihadang sama Bu
Rani dengan raut wajah yang tidak menyenangkan.
Bu
Rani :”Makan dulu pak, tapi cuma
sama sayur kangkung lauknya tuh ada
tempe sama tahu
goreng.” (Meninggalkan suaminya)
Pak Qoirul : (Keluar dari kamar tidur dan menuju
ruang makan ) “Alhamdulilah,
hari ini masih
bisa makan.” (Suaranya sambil dikeraskan)
Anak-anak :”Asalamualaikum, kami pulang Bapak Ibu?”
(Mencari bapak ibunya)
Pak
Qoirul :”Walaikumsalam, dari mana
kalian? Sekarang kalian cuci tangan dulu
habis
itu sini makan bareng sama bapak.” (Tersenyum manis)
Anak-anak :”Iya Pak.” (Berlari menuju kamar mandi)
Mereka
makan bersama tanpa ditemani sang ibu, setelah makan mereka disuruh Bapaknya
untuk sholat zuhur dan setelah itu
mereka tidur siang. Pak Qoirul pun sholat zuhur dan memutuskan untuk
duduk diteras rumah untuk membaca koran supaya tidak jenuh.
Pak
Qoirul : (Berkata dalam hati“ Rani
yang kunikahi 10tahun yang lalu, tapi dulu
Rani
kupilih menjadi istriku karena sangat pengertian dan memahami
diriku,
tapi kenapa sekarang menjadi berubah?Ia sangat
materialistis.”)
Bu
Rani : (Keluar dari dalam rumah
dan menghampiri, Pak Qoirul kaget dan
terjaga dari lamunan
)”Oalah pak..pak siang-siang gini kok melamun,
melamunin
apa? Apa ngelamunin janda belakang
rumah!” (Efek
sedang
jengkel)
Pak
Qoirul : (Merasa kaget dengan
spontanitas mengatakan) “Wong Edan, ealah
Bu, sudah tua,masih waras ngapain
mikirin janda,mikirin kamu
aja udah buat Bapak
pusing!”
Bu
Rani :”lha..terus kok ngelamun,
ngelamunin apa?”
Pak
Qoirul :”Ngelamunin Ibu itu.”
Bu
Rani :“Ibu,,emang Ibu saiki
tambah ayu po Pak? (Sambil kegenitan)
Pak
Qoirul :”Halah omong apa Bu, enggak
Bapak cuma heran aja sama Ibu yang
sekarang.”
Bu
Rani :”Ada apa to Pak? (Kursinya
digeser mendekati suaminya) “Pak, Ibu
mau
minta dibeliin kalung yang lagi model sekarang, masak ibu-ibu
didesa
sini sering gonta-ganti perhiasannya ibu enggak, ibu malu pak
kalau
lagi kumpul sama ibu-ibu yang lain.” (Sambil merengek seperti
anak kecil).
Pak
Qoirul :”Ya ampun Bu, kenapa
sekarang Ibu jadi menjengkelkan seperti ini!”
Bu
Rani :”Ya sudah, kalau Bapak
enggak mau membelikan perhiasan yang baru
(Mendorong
kursi dengan sekuat tenaga dan pergi meninggalkan
suaminya
masuk rumah )
Pak
Qoirul :”Astagfirulloh, Rani..rani
kamu sekarang benar-benar berubah.”
(Menyusul
istrinya masuk rumah).
Matahari sudah menampakan cahayanya Si
sulung san Si bontot sudah bersiap-siap untuk berangkat kesekolah namun pak
Qoirul belum juga bangun.
Sulung :“Bu,bapak
mana kok sudah tidak ada?”
Bu Rani :”Belum
bangun,tadi malam tidur sampai tengah malam.”
Bontot :”Kok
tumben, Bapak kesiangan gini. Ibu kenapa tidak
membangunkan?”
Bu Rani :
( Tak menjawab dan sibuk menghidangkan makanan sarapan)
Sulung :”Ibu
maaf, Ibu ada uang tidak? Kami keburu terlambat, kami tidak
berani membangunkan
Bapak.”
Bu Rani :”Iya
nak, sebentar ( Mengambilkan uang disakunya)
Sulung :”Terimakasih
bu,kami berangkat dulu.” (Mencium tangan ibunya
diikuti si bontot)
Bu Rani :”Eee..sarapan
dulu nak” (Berteriak karena anak-anaknya sudah keluar
rumah)
Bontot :”Maafkan
kami Bu, keburu masuk!”
Pak Qoirul bangun dan sangat kaget bahwa
hari sudah mulai siang dan tandanya dia akan telat bekerja, dengan buru-buru
Pak Qoirul langsung menuju kamar mandi, setelah bersiap-siap Pak Qoirul tak
menyempatkan untuk sarapan, akan berpamitan dengan istrinya, istrinya sudah
menghilang dari rumah. Sesampai dikantor Pak Qoirul menghadap atasan.
Pak Qoirul : (Mengetuk pintu dan masuk) “Sebelumnya saya minta maaf Pak,
saya
terlambat karena tadi
malam saya tidur terlalu malam dan sedikit tidak
enak badan.”
Pak Karno : (Tersenyum) “Tidak apa-apa, sekarang Bapak boleh kembali dan
bekerja.”
Pak Qoirul : “Terimakasih Pak.” (Kembali keruangan dan bekerja)
Setelah berjam-jam bekerja, telefon pak
Qoirul berbunyi ternyata istrinya menelfon Pak Qoirul.
Pak Qoirul :”Ada apa, aku lagi sibuk dan sebentar lagi ada meeting!”
Bu Rani :”Kasih
uang ya Pak, Ibu mau beli tas, sepatu dan kosmetik Ibu sudah
habis.”
Pak Qoirul :”Bicarakan pas aku sudah pulang kerumah saja.”
Bu Rani :(Sambil
merengek) kemarin Bu Diyah (Sales) bilang kalau
ditempatnya lagi ada promo kosmetik,
belikan ya Pak.
Pak Qoirul :”Baiklah, Ibu ambil dulu saja apa keperluaan Ibu nanti Bapak
yang
bayar.”
Bu Rani :
“Terimaksih Bapak (tersenyum) dan menutup telfonnya.”
Beberapa Minggu kemudian, saat Pak
Qoirul pulang dari kantor sudah ada Ibu Diyah yang menunggu kepulangannya.
Ibu Diyah :”Selamat Siang Pak, kok pulangnya awal? Hehe.” (Pertanyaan
bosa-
basi)
Pak Qoirul :”Siang, oiya ini Bu memang sudah jam pulang.”
Ibu Diyah :(Meyodorkan tagihan) “ini Pak.”
Pak Qoirul : “Apa ini?” (Kaget sambil menatap Bu Diyah)
Ibu Diyah : “Tagihan barang yang sudah diambil Istri Bapak.”
Pak Qoirul : “Ya Allah, dimana Tiwi?” (Marah)
Bu Diyah :”Sejak tadi rumah ini kosong, saya bisa masuk karena
pintunya
terbuka saya kira ada orangnya ternyata
tidak.”
Pak Qoirul :”Ya sudah Bu, sebentar saya ambilkan uangnya” (Merasa Kecewa
dengan ulah istrinya).
Ibu Diyah :”Baik Pak.” (Menganguk dan Tersenyum)
Pak Qoirul : (Memberikan uang)
Ibu Diyah :” Terimaksih, kalau begitu saya terusan saja Pak.”
Pak Qoirul : (Tersenyum) “Silahkan Bu.”
Tidak Lama kemudian, Bu Rani pulang
dengan raut wajah yang begitu ketakutan. Anak-anaknya sedang bermain bersama
mainan mobil-mobilannya menatap Ibunya yang tidak seperti biasanya merekapun
penasaran, apalagi si sulung.
Sulung :”Ibu..kenapa
wajah ibu seperti orang ketakutan?”
Ibu Rani : “Tidak Nak, Ibu tidak apa-apa kok.” (Tersenyum)
Bontot :
“Ibu, aku kangen Ibu. Kenapa Ibu akhir-akhir ini sibuk?”
Ibu Rani : (Mendekati anak-anaknya) “Maafin Ibu Nak, Ibu lagi
mempunyai
Urusan yang sangat penting, tapi Ibu
tetap sayang kalian kok.”
(Mendekap kedua
anaknya) “Emm..Bapak kalian sudah pulang?”
Pak Qoirul : “Iya, Bapak sudah pulang ada apa?”
Ibu Rani :”Eh Bapak, enggak kok tunben Bapak tidak bersama sama anak-
anak?” (Senyum
ketakutan)
Pak Qoirul :”Dari mana kamu, tadi Bu Diyah mencarimu?” (Nada amarah)
Ibu Rani :”Ke
Rumah Bu Eka Pak, membahas arisan.”
Pak Qoirul :”Kenapa pintu rumah tidak ditutup, untung saja Bu Diyah yang
masuk
kalau orang lain
bagaimana?”
Bu Rani :”Ya
Allah, tadi Ibu lupa menutup pintu soalnya Ibu terburu-buru, Ibu
Diyah tadi kesini
pak? (Kaget dan gugup)
Pak Qoirul :”Rani..rani, kamu itu sudah kelewatan banget, bilang sama aku
kan
bisa enggak
semena-mena gitu dong!”
Ibu Rani :”Mau gimana lagi, Ibu malu sama ibu-ibu masak diantara
ibu-ibu
lainnya, Cuma ibu
yang enggak punya apa-apa!” (Emosi)
Pak Qoirul :( Menggeleng-geleng kepala)
Ibu Rani
:”Oh, Jadi Ibu bikin malu bapak?” ( Jengkel)
Pak Qoirul :”Ibu jangan ulangi
lagi, Bapak Cuma enggak pingin hidup kita
terbebani hutang malu Bu. Apalagi
ditagih kayak kemarin.”
(Mencoba meredakan suasana)
Ibu Rani : Emang, Bapak enggak suka punya istri yang cantik! Ibu mau
merawat
diri seperti inikan buat Bapak.
(Cemberut dan tak mau kalah)
Pak Qoirul :”Iya terimakasih kalau itu tujuannya, tapi Bapak lebih suka
kalau Ibu
berpenampilan apa adanya.”
Bu Rani :
(Terdiam)
Beberapa Tahun kemudian, Bu Rani meminta
ijin Pak Qoirul untuk pergi bersama teman-teman arisannya ke Jawa Timur.
Bu Rani :”Pak,
Ibu mau jalan-jalan ke Surabaya bersama Ibu-ibu arisan, Ibu
jenuh di rumah terus supaya sedikit
terobati.”
Pak Qoirul :(Berfikir sejenak) “Iya sudah kalau itu kemauan Ibu, anak-anak
juga
sudah pada besar jadi bisa mengurus
keperluan masing-masing.”
Bu Rani :”Iya
Pak, si Bontot juga sudah pandai melakukan pekerjaanIbu
berangkat 1hari lagi.”
Pak Qoirul :”Jangan lupa jaga diri baik-baik disana.” (Beranjak dan
mengambil
uang untuk diberikan kepada Istrinya). “Ini
uang saku untuk Ibu.”
Bu Rani :”Iya
trimakasih pak.”
Empat hari kemudian Bu Rani sudah
pulang, ia membeli beberapa oleh-oleh berupa makanan untuk anak-anak.
Ibu Rani :”Ibu, seneng banget Pak di Surabaya ibu diajak jalan-jalan
di tempat
Wisata Hutan Mangrove
pemandangan disana sangat indah, kejenuhan
Ibu sedikit terobati.”
Pak Qoirul : (Hanya mengangguk-ngangguk)
Bu Rani :”Anak-anak
dimana Pak?”
Pak Qoirul :”Mungkin lagi keluar dari tadi belum pulang.”
Bu Rani :
(Tiba-tiba menangis)
Pak Qoirul :”Apa yang terjadi Bu?” (Kebingungan)
Bu Rani :”Kalung
Mas kawin kita hilang, entah terjatuh saat dimana Pak,
Maafin Ibu pak. (Menatap Pak Qoirul )
Pak Qoirul :(Walaupun kesal mendengar Kalung Mas Kawin hilang, mau gimana
lagi Pak Qoirul tak bisa berbuat
apa-apa) Ya, sudah tidak apa-apa.
Bu Rani :”Bapak
marah ya, maaf Ibu enggak sengaja pak.”
Pagi-pagi Bu Rani sudah bersiap-siap
untuk berolahraga, tanpa disadari Pak Qoirul mengamati gerak-geriknya.
Pak Qoirul :”Mau Kemana? Tumben Ibu sudah rapi?”
Ibu Rani :“Ah,
Bapak ini gimana sih. Istrinya mau olahraga kok Bapak agak
curiga! (Berkata ketus
dan keluar rumah)
Pak Qoirul :”Ya, Bapak Cuma bertanya saja kok.”
Tak Lama kemudian, Pak Qoirul menuju
dapur. Di dapur dia sangat kaget karena terdapat teronggok bunga-bungaan tujuh
rupa beserta kemenyan dan rokok kretek yang diletakan ditampah. Malam harinya,
Pak Qoirul curiga dengan Bu Rani.
Pak Qoirul :”Ibu...bu” (Mencari Bu Rani)
Sulung :”Ada
apa Pak, kok teriak-teriak?”
Pak Qoirul :”Ibu kamu, kemana nak?”
Sulung :”Bau
apa ini?” (Sambil mengembus-ngembus mencari arah bau yang
asing itu)
Pak Qoirul :”Seperti bau kemenyan (Menghampiri sumber bau itu, dan membuka
pintu kamar. Benar-benar kaget) “Rani,
sedang apa dia?” (Teringat
kejadian tadi pagi, Pak Qoirul juga
mendengar Bu Rani membisikan
kalimat asing yang terdengar ditelinga
pak Qoirul)
Bontot :
(Mendekati Pak Qoirul) “Ada apa pak?”
Pak Qoirul : (Menutup pintu kamar) “Tidak ada apa-apa nak, sekarang kamu
sama
kakak kamu tidur dulu sana. Besuk masuk
sekolah nanti terlambat.”
Bontot :”Baiklah
Pak.” (Menghampiri si sulung dan mengajak untuk tidur)
Di dalam kamar Pak Qoirul tidak bisa
tertidur pulas dia sering kali terjaga dari tidurnya, dia memutuskan untuk
keluar untuk mencari angin. Tersadar bahwa istrinya belum juga kembali ke
kamarnya.
Pak Qoirul :(Membuka pintu rumahnya, matanya pun terpana melihat Bu Tiwi
duduk menyendiri di teras rumah dengan
mematikan lampu, sesekali
dia tertawa dan bercakap-cakap sendiri)
Beberapa minggu kemudian, Pak Qoirul
tentu saja tak bisa membiarkan Istrinya menjadi gila. Maka suatu malam di saat
anak-anak sudah terlelap Pak Qoirul mengajak bicara dan menanyakan perubahan
Istrinya.
Pak Qoirul :”Bu, akhir-akhir ini kenapa rumah kita terdapat barang-barang
aneh.
Ibu kemarin malam jumat menyendiri di
teras rumah dan
bercengkrama dengan siapa, Bapak lihat
tidak ada siapa-siapa?”
(Tatapan yang curiga)
Bu Rani :
(Diam saja dan berkilah belum saatnya dia jelaskan)
Pak Qoirul : (Menekan) “Bapak keberatan dengan adanya bunga tujuh rupa dan
bau kemenyan yang setiap malam menyengat
hidung!”
Bu Rani :
(Menunduk) “Bapak tenanglah, nanti kalau sudah ada hasilnya Bapak
pasti juga bakal terima kasih ke Ibu”.
Pak Qoirul :”Maksud Ibu?”
Bu Rani :”Sudah,
malam makin larut tidur dulu pak besuk bapak terlambat.
Bapak sudah baikan ya, sukurlah.”
(Merenges)
Beberapa minggu kemudian, sepulang kerja
Pak Qoirul melihat ada sebuah kotak
berisi kue donat dari toko donat terkenal di Jakarta.
Pak Qoirul :“Dari siapa donat ini, Bu?” (Sambil mengambil donat yang
berwarna
coklat).
Bu Rani :“Aku
yang beli tadi, sekalian jalan-jalan ke mal sama Bu Thomas
nyoba mobil barunya.” (Jawabnya Ketus).
Minggu depannya lagi, ada DVD, tas,
sepatu, baju,lauk mewah dari restoran Padang dan beragam barang baru di rumah.
Pak Qoirul :”Ibu dari mana barang-barang ini Ibu dapatkan?”
Bu Rani :”Ya
beli dari mal, emang saya nyolong!” (Teriak Bu Tiwi dari kamar
mandi).
Pak Qoirul :(Jengkel, Marah Pak Qoirul mengedor pintur kamar mandi dan
meminta penjelasan dari mana uang untuk
membeli barang-barang itu).
Bu Rani :(Membuka
pintu kamar mandi) “Sumpah, aku tidak jual harga diri, ini
semua uang hasil perjuanganku”.
Pak Qoirul : “Perjuangan dari mana?! Jelas Ibu tidak bekerja dan kita
hanya hidup
dari gajiku yang pas-pasan!” (Teriakan
yang tak kalah sengitnya).
Bu Rani :
“Aku memelihara tuyul pak, karena Aku lelah oleh kemiskinan yang
mendera kita. Aku juga ingin mempunyai
barang bagus seperti
tetangga. Aku menjual kalung emas dan
memberikan kepasa dukun
sakti di Jawa Timur sebagai mas kawin
untuk mendapat bantuan tuyul.
Dan tuyul itulah yang mencari uang buat
kita Pak.” (Jelas Bu Rani di
sela-sela tangisannya).
Pak Qoirul : (Tak berdaya)
Bu Rani :“Tiap
pagi aku harus membawa tuyul itu jalan-jalan dan malam hari
aku memberikan makan dengan bunga tujuh
rupa lengkap. Aku juga
harus menggendongnya jika malam, makanya
aku selalu melewatkan
malam duduk di teras rumah dan sesekali
harus menyusuinya.”
(Terangnya lagi)
Pak
Qoirul :(Memandangi istrinya tanpa
kedip dan merasa sangat terhantam) Ibu memelihara tuyul hanya karena iri dengan
kemewahan yang dimiliki tetangga. (Bertegun dan tak mampu berucap lagi).
Bu Rani :”Sekali
lagi maafkan Ibu pak.” (Sambil menangis dan memeluk
suaminya)
Pak Qoirul :(Memaksa melepaskan pelukan istrinya) “Saya sudah lelah hair
batin.
Bapak memutuskan untuk Ibu memilih
Keluarga apa tuyul?”
Bu Rani :(Dengan
rasa keberatan memutuskan untuk memilih keluarganya
dibandingkan tuyul)
0 komentar:
Posting Komentar