HAMPA
Karya
: Chairil Anwar
Kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan
mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas – renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat – mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa –
apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi ters ada. Dan menanti
INTERPRETASI
PUISI HAMPA
Bait pertama baris pertama puisi “Hampa”
diawali dengan kata ‘sepi’, yang kemudian kata ‘sepi’ menjadi kata kunci
berikutnya. Pada bait pertama kata ‘sepi’ menguasai isi tubuh puisi yang
menggambarkan kekosongan perasaan Chairil Anwar saat itu. Puisi “Hampa” terdiri
atas 12 baris, yaitu :
1.
Baris
pertama “Kepada Sri”
Pada baris pertama ini penyair mengawali puisinya
dengan kalimat Kepada Sri, yang berarti puisi tersebut ditunjukkan kepada Sri
wanita yang dicintainya.
2.
Baris
kedua “Sepi di luar. Sepi menekan
mendesak.”
Pada baris kedua ini berisikan ungkapan rasa sepi
penyair atas penantiannya terhadap wanita yang dia cintai. Sehingga, rasa sepi
itu sangat menyiksa batinnya.
3.
Baris
ketiga “Lurus kaku pohonan. Tak
bergerak”
Pada baris ketiga, rasa kesepian itu membuat penyair
bagaikan pohon yang tidak bergerak. Hampa, kosong, dan tidak bisa berbuat
apa-apa.
4.
Baris
keempat “Sampai ke puncak. Sepi memagut”
Pada baris keempat, kesepian yang dirasakan penyair
sampai pada puncaknya, tidak terbendung, dan tidak kuasa menahannya.
5.
Baris
kelima “Tak satu kuasa melepas – renggut”
Pada baris kelima, kesepian yang dirasakan tidak
membuat penyair melepaskan cintanya kepada Sri, karena tidak ada satupun yang
mampu merenggut cintanya.
6.
Baris
keenam “Segala menanti. Menanti. Menanti”
Pada baris ini terjadi pengulanagn kata yaitu menanti,
menanti, menanti yang berarti penyair akan terus menanti dan menunggu pujaan
hatinya.
7.
Baris
ketujuh “Sepi”
Pada baris ini, penyair merasa sendiri dan kesepian
tidak ada yang menemaninya.
8.
Baris
kedelapan “Tambah ini menanti jadi
mencekik”
Pada baris ini, penantian cintanya membuat penyair semakin
merasa tersiksa, batinnya tertekan, dan hatinya begitu sakit.
9.
Baris
kesembilan “Memberat – mencekung punda”
Pada baris ini, beban yang penyair rasakan akibat
penantian itu sangat berat dirasakannya.
10. Baris kesepuluh “Sampai
binasa sangat belum apa – apa”
Pada baris ini, penyair merasakan hatinya sampai pada
rasa sakit dan hancur yang teramat sangat. Namun, belum juga mendapat jawaban
dari penantiannya tersebut.
11. Baris kesebelas “Udara
bertuba. Setan bertempik”
Pada baris ini, suasana sekitar yang dirasakan penyair
begitu penat, dia merasa hatinya menjerit-jerit. Sehingga, membuat dia semakin
tidak kuasa menahan penantiannya tersebut.
12.
Baris
keduabelas “Ini sepi terus ada. Dan
menanti”
Pada baris terakhir ini, kesepian yang penyair rasakan
memang terus ada. Namun, dia akan selalu tetap menanti sampai datangnya Sri
pujaan hatinya tersebut.
TINGKATAN
JIWA PUISI HAMPA
1.
Anorganis
Pada puisi “Hampa” pengarang
sudah mencapai tingkat pertama yaitu anorganis, karena penyair sudah mampu
menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk kata-kata yang indah dengan pilihan
diksi yang menarik dan memberikan imajinasi atau daya bayang pada pembaca.
Tingakatan anorganis dapat
dibuktikan dalam baris puisi “Memberat –
mencekung punda” ,merupakan gaya bahasa hiperbola yang bermakna beban yang
penyair rasakan akibat penantian itu, sangat berat dirasakannya.
2.
Vegetatif
Pengarang sudah mencapai
tingkat kedua dalam puisi “Hampa”. Suasana dalam puisi hampa sudah terlihat
jelas dan dapat dirasakan oleh pembaca, karena dalam puisi tersebut
menggambarkan suasana sepi dan hampa si penyair.
Tingkatan vegetatif dapat
dibuktikan dalam baris puisi “Sepi di
luar. Sepi menekan mendesak” ,karena baris tersebut bermakna ungkapan rasa
sepi pengarang atas penantiannya terhadap wanita yang dia cintai, hingga rasa
sepi itu sangat menyiksa batinnya.
3.
Animal
Pengarang sudah mencapai
tingkat ketiga yaitu animal karea sudah ada didalam jiwa pengarang yang
berkeinginan untuk erus menanti dan menunggu pujaan hatinya yaitu Sri, yang
dapa dibuktikan pada baris puisi “Segala
menanti. Menanti. Menanti”.
4.
Humanis
Pengarang sudah mencapai
tingkat keempat yaitu humanis karena pengarang didalam puisinya merasa kesepian
dalam penantian seseorang yang sangat berarti baginya. Rasa sepi yang dirasakan
pengarang terus ada didalam benaknya. Namun, pengarang akan selalu tetap
menanti sampai datangnya Sri pujaan hatinya.
Tingkatan humanis dapat dibuktikan dalam baris “Ini sepi terus ada. Dan menanti”.
PENILAIAN
PUISI HAMPA
Pada puisi “Hampa” karya Chairil Anwar
menurut saya puisinya bagus, terlihat pada pemilihan diksinya penyair
menggunakan bahasa keseharian. Sehingga, kita mudah mengartikan maksud dari
puisi tersebut, dengan intonasi yang tepat maka kita akan bisa mengerti makna
isi puisi “Hampa”. Meskipun, pada puisi “Hampa” tidak semuanya bisa mudah
dipahami secara langsung, karena masih ada beberapa kata yang menurut saya
butuh penghayatan dalam memaknai puisi tersebut.
Oleh: Ika Nursella
Oleh: Ika Nursella
0 komentar:
Posting Komentar