20171027

Analisis Puisi Hampa Karya Chairil Anwar

HAMPA
Karya : Chairil Anwar

Kepada Sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas – renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat – mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa – apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi ters ada. Dan menanti


INTERPRETASI PUISI HAMPA

Bait pertama baris pertama puisi “Hampa” diawali dengan kata ‘sepi’, yang kemudian kata ‘sepi’ menjadi kata kunci berikutnya. Pada bait pertama kata ‘sepi’ menguasai isi tubuh puisi yang menggambarkan kekosongan perasaan Chairil Anwar saat itu. Puisi “Hampa” terdiri atas 12 baris, yaitu :

1.      Baris pertama “Kepada Sri”
Pada baris pertama ini penyair mengawali puisinya dengan kalimat Kepada Sri, yang berarti puisi tersebut ditunjukkan kepada Sri wanita yang dicintainya.

2.      Baris kedua “Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.”
Pada baris kedua ini berisikan ungkapan rasa sepi penyair atas penantiannya terhadap wanita yang dia cintai. Sehingga, rasa sepi itu sangat menyiksa batinnya.



3.      Baris ketiga “Lurus kaku pohonan. Tak bergerak”
Pada baris ketiga, rasa kesepian itu membuat penyair bagaikan pohon yang tidak bergerak. Hampa, kosong, dan tidak bisa berbuat apa-apa.

4.      Baris keempat “Sampai ke puncak. Sepi memagut”
Pada baris keempat, kesepian yang dirasakan penyair sampai pada puncaknya, tidak terbendung, dan tidak kuasa menahannya.

5.      Baris kelima “Tak satu kuasa melepas – renggut”
Pada baris kelima, kesepian yang dirasakan tidak membuat penyair melepaskan cintanya kepada Sri, karena tidak ada satupun yang mampu merenggut cintanya.

6.      Baris keenam “Segala menanti. Menanti. Menanti”
Pada baris ini terjadi pengulanagn kata yaitu menanti, menanti, menanti yang berarti penyair akan terus menanti dan menunggu pujaan hatinya.

7.      Baris ketujuh “Sepi”
Pada baris ini, penyair merasa sendiri dan kesepian tidak ada yang menemaninya.

8.      Baris kedelapan “Tambah ini menanti jadi mencekik”
Pada baris ini, penantian cintanya membuat penyair semakin merasa tersiksa, batinnya tertekan, dan hatinya begitu sakit.

9.      Baris kesembilan “Memberat – mencekung punda”
Pada baris ini, beban yang penyair rasakan akibat penantian itu sangat berat dirasakannya.

10.  Baris kesepuluh “Sampai binasa sangat belum apa – apa”
Pada baris ini, penyair merasakan hatinya sampai pada rasa sakit dan hancur yang teramat sangat. Namun, belum juga mendapat jawaban dari penantiannya tersebut.




11.  Baris kesebelas “Udara bertuba. Setan bertempik”
Pada baris ini, suasana sekitar yang dirasakan penyair begitu penat, dia merasa hatinya menjerit-jerit. Sehingga, membuat dia semakin tidak kuasa menahan penantiannya tersebut.

12.  Baris keduabelas “Ini sepi terus ada. Dan menanti”
Pada baris terakhir ini, kesepian yang penyair rasakan memang terus ada. Namun, dia akan selalu tetap menanti sampai datangnya Sri pujaan hatinya tersebut.

TINGKATAN JIWA PUISI HAMPA

1.      Anorganis
Pada puisi “Hampa” pengarang sudah mencapai tingkat pertama yaitu anorganis, karena penyair sudah mampu menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk kata-kata yang indah dengan pilihan diksi yang menarik dan memberikan imajinasi atau daya bayang pada pembaca.
Tingakatan anorganis dapat dibuktikan dalam baris puisi “Memberat – mencekung punda” ,merupakan gaya bahasa hiperbola yang bermakna beban yang penyair rasakan akibat penantian itu, sangat berat dirasakannya.

2.      Vegetatif
Pengarang sudah mencapai tingkat kedua dalam puisi “Hampa”. Suasana dalam puisi hampa sudah terlihat jelas dan dapat dirasakan oleh pembaca, karena dalam puisi tersebut menggambarkan suasana sepi dan hampa si penyair.
Tingkatan vegetatif dapat dibuktikan dalam baris puisi “Sepi di luar. Sepi menekan mendesak” ,karena baris tersebut bermakna ungkapan rasa sepi pengarang atas penantiannya terhadap wanita yang dia cintai, hingga rasa sepi itu sangat menyiksa batinnya.

3.      Animal
Pengarang sudah mencapai tingkat ketiga yaitu animal karea sudah ada didalam jiwa pengarang yang berkeinginan untuk erus menanti dan menunggu pujaan hatinya yaitu Sri, yang dapa dibuktikan pada baris puisi “Segala menanti. Menanti. Menanti”.


4.      Humanis
Pengarang sudah mencapai tingkat keempat yaitu humanis karena pengarang didalam puisinya merasa kesepian dalam penantian seseorang yang sangat berarti baginya. Rasa sepi yang dirasakan pengarang terus ada didalam benaknya. Namun, pengarang akan selalu tetap menanti sampai datangnya Sri pujaan hatinya.
Tingkatan humanis dapat dibuktikan dalam baris “Ini sepi terus ada. Dan menanti”.

PENILAIAN PUISI HAMPA

Pada puisi “Hampa” karya Chairil Anwar menurut saya puisinya bagus, terlihat pada pemilihan diksinya penyair menggunakan bahasa keseharian. Sehingga, kita mudah mengartikan maksud dari puisi tersebut, dengan intonasi yang tepat maka kita akan bisa mengerti makna isi puisi “Hampa”. Meskipun, pada puisi “Hampa” tidak semuanya bisa mudah dipahami secara langsung, karena masih ada beberapa kata yang menurut saya butuh penghayatan dalam memaknai puisi tersebut.

Oleh: Ika Nursella



0 komentar:

Posting Komentar

 

Honey Bunny Template by Ipietoon Cute Blog Design