ASA GADIS PINGGIRAN
Bel tanda masuk berbunyi,
Dara bergegas masuk kelas karena jam pertama adalah pelajaran favoritnya.
“Anak-anak hari ini kita akan membahas tentang cita-cita, coba tuliskan serta
berikan alasan kenapa kalian ingin menjadi seperti itu pada selembar kertas.”
Ucap bu Sovi. Satu hal yang ada dalam pikiran Dara, ia ingin menjadi seorang
penulis yang akan dikenal dan dikenang banyak orang karena karya-karyanya pasti
akan sangat menyenangkan.
“Cita-citaku ingin menjadi
penulis, menurutku menjadi seorang penulis sangat menyenangkan. Aku bisa
meluapkan perasaan yang mungin tidak bisa diungkapkan pada kebanyakan orang
melalui rangkaian cerita dalam sebuah tulisan. Selain itu aku juga ingin hasil
karyaku dijadikan sebuah buku, bukankah sangat menyenangkan jika aku bisa
melihat karya-karyaku berjejer rapi di rak beberapa toko buku. Menjadi seorang
penulis adalah impian yang harus diwujudkan, tidak peduli bagaimana keadaanku
sekarang, aku akan terus berjuang untuk meraihnya!”. Dara tersenyum puas dengan
tulisan yang ia tulis diselembar kertas. Setelah selesai Dara segera
mengumpulkan kertas itu pada bu Sovi.
Beberapa hari kemudian bu
Sovi kembali mengajar di kelas Dara, beliau membagikan lembaran-lembaran tugas
itu. “Dara.” Ucap bu Sovi.Dengan langkah penuh semangat Dara menghampiri bu
Sovi lalu mengambil selembar kertas tulisannya. Alangkah terkejutnya saat ia
melihat ada tulisan merah pada lembar tugasnya, disana bu Sovi menuliskan
“Jangan bermimpi terlalu tinggi, kamu harus sadar kamu ini siapa, sekolah
gratis saja seharusnya sudah bersyukur kok ini ingin jadi seorang penulis
terkenal”.
Dara langsung berlari
sambil menangis meninggalkan meja bu Sovi, dalam benaknya berkecamuk antara
marah, sedih bahkan kecewa. Guru yang selama ini ia hormati ternyata tega
sekali mematahkan semangatnya.Dara memang terlahir sebagai manusia yang kurang
beruntung, ia berasal dari keluarga
pemulung yang hidup di pinggir sungai. Sejak kedua orang tuanya meninggal,
sepulang sekolah ia mengumpulkan barang-barang bekas kemudian menjualnya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dara menjalani hidupnya yang berbeda jauh dengan anak-anak seumurannya diluar sana yang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, hidup dengan layak di rumah yang besar, makan tiga kali sehari bahkan lebih, memiliki fasilitas mewah dan masih banyak hal lainnya. Akan tetapi Dara sadar, perjalanan hidup semua orang tidak pernah sama. Inilah perjalanan hidup yang harus dilaluinya, dia hanya perlu berjuang lebih keras lagi jika ingin cita-citanya tercapai. Perkataan bu Sovi ia jadikan sebagai motivasi. Dara berjanji akan membuktikannya kepada guru yang sudah mematahkan semangatnya itu, bahwa cita-citanya akan tercapai dan tidak boleh ada yang mengejek bahkan merendahkan impiannya.
Dara menjalani hidupnya yang berbeda jauh dengan anak-anak seumurannya diluar sana yang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, hidup dengan layak di rumah yang besar, makan tiga kali sehari bahkan lebih, memiliki fasilitas mewah dan masih banyak hal lainnya. Akan tetapi Dara sadar, perjalanan hidup semua orang tidak pernah sama. Inilah perjalanan hidup yang harus dilaluinya, dia hanya perlu berjuang lebih keras lagi jika ingin cita-citanya tercapai. Perkataan bu Sovi ia jadikan sebagai motivasi. Dara berjanji akan membuktikannya kepada guru yang sudah mematahkan semangatnya itu, bahwa cita-citanya akan tercapai dan tidak boleh ada yang mengejek bahkan merendahkan impiannya.
Sepulang sekolah Dara
mengumpulkan botol-botol plastik dan barang bekas kemudian menjualnya. Seribu..
Dua ribu.. alhamdulillah terkumpul dua puluh lima ribu, Dara bergegas ke toko
Majalah.
“Bang Erik beli majalah terbaru yang ada
audisi lomba menulis cerpen” Ucap Dara kepada penjual majalah.
“Numben banget Dar, beli
majalah beginian emang buat apa?” Tanya bang Erik.
“Dara pengen ikutan lomba
nulis cerpen bang, siapa tau menang terus bisa jadi penulis terkenal kan
lumayan”
“Wih, kalau sudah jadi
penulis terkenal ajakin bang Erik makan yang enak-enak ya terus ajakin
jalan-jalan ke mall juga hehe..”
“Pasti itu bang, yang
penting doain aja Dara menang biar bisa nraktir bang Erik”
Bang Erik mengangguk sambil terus mencari
majalah yang dimaksud Dara.
“Ini Dar majalahnya, buat cerpen
yang bagus ya biar menang”
“Siap bang, oh iya harga
majalahnya berapa?”
“Udah bawa aja majalahnya,
buat kamu bang Erik kasih gratis”
“Makasih ya bang, Dara
bakal usaha semaksimal mungkin dan nggak akan ngecewain bang Erik”.
Sepulang membeli majalah,
Dara bergegas pulang dan membuka lembar demi lembar halaman majalah hingga
menemukan pemenang lomba menulis cerpen. Dara membaca cerpen itu dengan cermat,
hingga ia mengetahui bagaimana alur cara membuat cerita dan apa saja
syarat-syarat yang diperlukan untuk mengikuti lomba tersebut. Setelah selesai
ia bergegas menuju warnet yang tidak jauh dari tempat tinggalnya untuk mengetik
cerpen karyanya. Setelah selesai membuat cerpen Dara segera mengirimkan hasil
karyanya ke alamat yang ada dalam majalah tersebut. Sebulan lamanya Dara
menunggu pengumuman itu, namun dia kurang beruntung.
“Gimana Dar? Menang kan
lomba menulis cerpennya?” Tanya Bang Erik.
“Gagal bang.. Kayaknya
Dara emang nggak bakal bisa jadi penulis” Dara menggelengkan kepalanya.
“Jangan patah semangat,
kegagalan itu sukses yang tertunda kok. Nih abang kasih majalah lagi. Sekilas
abang baca ada lomba buat cerpen juga, siapa tau kali ini kamu menang”.
“Terima kasih ya bang,
Dara akan berusaha lebih keras lagi semoga kali ini bisa menang”.
Lomba pembuatan cerpen
pertama dan kedua Dara gagal. Namun ia tidak patah semangat, dia terus mencari
informasi lomba penulisan cerpen yang lain. Hingga ia harus rela bekerja lebih
keras untuk mengumpulkan barang bekas dan rela menahan lapar karena uang
menjual rongsok dipakai untuk mengetik cerpen di warnet. Lomba pembuatan cerpen
ketiga juga gagal, Dara hampir patah semangat namun bang Erik terus
menyemangati Dara agar ia mau berusaha lebih keras lagi.Hingga pada lomba
pembuatan cerpen yang keempat Dara berdoa dan terus berharap semoga kali ini
dia bisa memenangkan lomba. Sebulan sudah Dara menunggu pengumuman itu, hingga
pada akhirnya ia mendapatkan surat yang berisi bahwa Dara telah memenangkan
lomba penulisan cerpen dan hasil karyanya akan segera dibukukan.
“Tuhan, terima kasih untuk
hadiah terindah ini. Akhirnya aku berhasil membuktikan kepada semua orang
termasuk bu Sovi bahwa aku bisa menjadi seorang penulis. Kerja kerasku selama
empat bulan terakhir ini membuahkan hasil yang membahagiakan.” Batin Dara.
Hasil karyanya ternyata
disukai banyak orang, impiannya menjadi seorang penulis akhirnya terwujud.
Berkat semangat dari bang Erik dan ucapan bu Sovi yang waktu itu menjatuhkannya
justru memotivasi Dara menjadi semangat untuk terus mewujudkan cita-citanya
hingga akhirnya ia berhasil menjadi seorang penulis. Dara sangat bersyukur,
ternyata ada hikmah di balik takdir Tuhan yang ia anggap sebagai malapetaka
itu, dimana gadis pinggiran yang miskin bisa mewujudkan cita-citanya menjadi
seorang penulis, meskipun rintangan yang dilaluinya tidaklah mudah.
0 komentar:
Posting Komentar