20171031

Cerpen

SAMPAI MENUTUP MATA


Aku selalu bermimpi menjadi seorang malaikat yang sangat cantik dan menawan, datang dan selalu melukis senyum pada setiap orang yang kuhampiri. Azmya Ashalina, nama yang sesuai dengan apa yang sering kuimpikan. Aku sangat berharap suatu saat nanti bisa menjadi seseorang yang bisa membuat orang lain tersenyum dalam keadaan apapun.

Aku sudah lama mengidap penyakit leukimia. Penyakit yang semakin hari semakin membuatku semakin lemah. Namun, aku tetap semangat dalam menjalani hidup. Aku tak ingin siapapun tahu apa yang kurasakan saat ini, terutama sahabat baikku, Ryan. Sudah hampir enam bulan aku menyembunyikan tentang penyakit ini darinya, sungguh rasanya tak ingin membuatnya khawatir.


Pernah satu minggu aku absen dari sekolah, benar-benar merasa lemah melawan penyakit ini, aku merasa tak sanggup. Ryan dan teman-temanku tidak tahu tentang keberadaanku dan penyakit apa yang sedang menggerogoti tubuhku. Aku meminta Mama tidak memberitahukepada pihak sekolah termasuk Ryan, untung saja mama menyetujuinya.

Perubahan fisik yang semakin lama semakin terlihat jelas. Tubuhku semakin kurus, wajahku sering pucat, selain itu aku sering merasa pusing dan mimisan, dan coba tebak! Aku mimisan di depan Ryanyang sangat membuatnya khawatir.
“Lin…kamu kok mimisan!”
“Oh…eh udah biasa kok!” aku tetap menutupinya dengan senyum, tapi tetap saja Ryan curiga.
           
Aku merasa gelap dan tak sadarkan diri, rasanya seperti sedang tidur dan beristirahat sejenak.Entah apa yang sedang terjadi. Saat aku membuka mata, tiba-tiba aku sudah terbaring lemah dan ada Ryan yang duduk menunggu di sampingku.
“Yan.. aku kenapa?”
“Kamu pingsan, mimisan! Lin, sebenarnya kamu kenapa sih? Kamu sakit ya? Sakit apa?” terlihat dari raut wajahnya, ia sangat sedih.
“Aku nggak sakit apa-apa kok, Yan. Cumaterlalu lelah aja. Aku butuh istirahat” aku melukiskan senyum di wajahku, berharap Ryan percaya dan tidak mencurigai apapun.
“Oh.. aku hanya berharap kamu nggak bohong, Lin. Aku nggak tau kamu kenapa sebenarnya, dan aku benar-benar sangat merasa bersalah, karna aku gak tau apa yang terjadi sama kamu. Aku harap kamu tidak nutupin apa-apa.”

Sungguh tak mengerti. Apa ini memang menggambarkan rasa perhatiannya sebagai seorang sahabat? Atau dia menyayangiku lebih? Ya Allah, aku benar-benar nggak tega bohongi dia, dan nggak ingin dia tahu tentang semua ini. Aku nggak mau orang lain khawatir dan kasihan padaku. Ya Allah.. aku mohon.. bantulah hamba melewati semua ini.

Hari demi hari kulalui bersama Ryan, kejadian-kejadian yang kualami semakin membuat dia curiga. Aku mulai sering absen dari sekolah, check up, dan terapi. Entah kenapa, semua ini bukannya menyembuhkanku, malah semakin membuatku lemah. Vonis dari dokter yang membuatku semakin pilu dan membuatku benar-benar ingin mengakhiri hidup ini.

“Azmya Ashalina, waktu kamu 3 bulan lagi!” benar-benar membuat air mataku jatuh saat itu. Bahkan dokter menyarankan untuk berhenti beraktivitas seperti biasa dan menyarankan untuk berdiam diri dan menghabiskan sisa hidupku di rumah sakit.
Aku tak bisa, “Ma, Pa.. kalaupun waktu Lina sebentar lagi. Lina nggak mau hanya tidur di rumah sakit. Disisa hidupku harus bisa buat semua orang tersenyum. Lina mohon, Ma, Pa..” melihat Mama, orang yang sangat kusayangi menangis di hadapanku semakin membuat hatiku pilu. Aku merasa berdosa ketika membuat Mama menangis. Entah tak tega melihat keadaanku, dengan segera Mama menghapus air matanya dan menuruti permohonanku.

Waktu yang benar-benar singkat. Satu bulan sudah kulalui dengan Ryan, Mama, dan Papa. Aku tak sanggup. Mengingat vonis dokter, 3 bulan? Waktuku 2 bulan lagi.. ya Allah.. inikah jalan takdirku? Aku selalu berdoa didalam sujud sholat memohon kepada Allah untuk memberikan kesembuhan.
“Yan.. gimana kalau aku pergi ninggalin kamu, selamanya?”
“Maksud kamu, Lin? Kok ngomong gitu sih!”
“Enggak sih.. Cuma seandainya aja. Aku juga nggak mau ninggalin kamu, tapi kan suatu saat nanti kita pasti berpisah”
“Lin…” hanya itu yang dikatakannya padaku, wajahnya terlihat sangat bingung dan khawatir mendengar perkataanku. Yan.. kamu tahu? Kalau aku dikasih pilihan, aku nggak akan memilih keadaanku yang seperti ini. Aku akan memilih hidup bahagia dengan kamu selamanya. Tapi itu takkan mungkin kan?

Entah kenapa tiba-tiba aku merasa gelap. Entah siapa..mereka yang mengangkatku, aku mendengar tangisan Mama. Saat tersadar, aku melihat diriku terbaring lemah di sebuah kamar dalam ruangan rumah sakit. Tanganku sudah di pasang infus, dan bantuan pernafasan. Buat apa ini semua? Aku tak kenapa-kenapa. Aku baik-baik saja.
“Kamu bohong, Lin! Kenapa kamu nggak pernah cerita sama aku? Kenapa kamu biarin aku tau setelah penyakit kamu udah bener-bener parah?” mata Ryan berkaca dan dia membentakku.
“Yan…” entah kenapa suaraku menggambarkan aku sangat lemah. Aku tak sanggup, air mataku menetes saat itu juga. Kepalaku sangat sakit.. semua ini. Aku lelah.
“Kamu jangan nangis, Lin. Maafin aku, udah ngomong kasar. Aku janji Lin, akan nemenin kamu sampai kapanpun..” Ryan mencoba tersenyum padaku.
Hari demi hari kulalui dengannya, dia selalu menemaniku di rumah sakit, hari minggu dan saat pulang sekolah. Semua yang kulewati dengannya membuatku semakin menyayanginya.Malam itu aku berdoa sambil meneteskan air mata, “Ya Allah.. terimakasih untuk semua yang telah kau berikan padaku sampai saat ini. Aku tetap bersyukur dengan semua ini. Ya Allah.. aku tahu kondisiku sekarang sangat lemah, harapanku sangat kecil untuk bisa hidup lebih lama lagi. Ya Allah.. aku tak mengerti tentang apa yang kurasakan saat ini.
Di tengah-tengah sakit yang kurasakan, aku tetap bisa merasakan adanya cinta antara aku dan Ryan. Aku mohon ya Allah. Beri aku waktu lebih lama, aku ingin membuatnya tersenyum, aku ingin melukis senyum di wajahnya. Aku juga ingin membuat kedua orangtuaku bahagia. Aku mohon ya Allah, jika aku harus pergi, kirimkan penggantiku kepada kedua orang tuaku ya Allah. Aku percaya mukzizat itu akan datang padaku. Aku mohon.. aku juga mohon ampun atas semua dosa-dosaku. Terimakasih ya Allah, Amin”
Satu setengah bulan sudah terlewati, aku teringat tentang perkataan itu. Waktuku tak lama lagi. Namun, setidaknya apa yang kuinginkan sudah tercapai, membuat orang yang kusanyangi tersenyum disisa-sisa hidupku, dan aku juga sudah menjadi pacar Ryan, meskipun itu hanya sebentar saja. Sekarang aku hanya menunggu. Terima kasih ya Allah telah mengirimkan penggantiku untuk Mama dan Papa. Mungkin dia ‘kan datang setelah aku pergi, menjadi penawar hati yang sedang terluka untuk orangtuaku. Aku hanya tinggal menghitung hari sampai Allah memanggilku. Aku sudah merelakan semuanya.
Hari ini.. aku merasa sangat lemah. Detik demi detik terlewat begitu terasa. Inikah saatnya aku pergi? Detak jantungku semakin lama semakin lambat, semakin lama semakin sulit untukku menghirup udara. Aku tiba-tiba merasa gelap dan tak berdaya. Terdengar suara isak tangisan dan aku melihat badanku terbaring tanpa nyawa. Rohku pergi dari tubuhku. Mama menatap tubuhku dengan tangisan yang sangat kencang, Papa seorang sosok yang begitu tegar kulihat menangisi diriku, ingin rasanya memeluknya tapi aku tak sanggup.
“Lin.. sekarang kamu udah pergi, kamu udah tenang di sana, aku sayang banget sama kamu, Lin. Gadis cantik yang sangat kusayangi, pergi dan meninggalkan aku selamanya. Asal kamu tahu, Lin. Aku benar-benar menyesali semua ini, aku tahu kamu sakit seperti ini setelah kamu sudah semakin parah. Kita takkan pernah putus kan, Lin? Iya kan? Jangan lupakan aku ya, sayang. Aku selalu menyayangimu, dan selamanya menyayangimu. Makasih ya, kamu udah jadi malaikat paling cantik yang udah berhasil buat aku senyum disisa hidup kamu, dan sampai kamu menutup mata. Aku pasti rindu merindukanmu, Lin. Selamat jalan ya Azmya Ashalina, pacarku dan sahabatku tersayang..” Ryan menangis sambil mengelus tubuhku yang tidak bernyawa lagi.
“Aku juga sayang Mama, Papa, dan kamu Ryan.. selamat tinggal”

TAMAT


0 komentar:

Posting Komentar

 

Honey Bunny Template by Ipietoon Cute Blog Design