SAMPAI
MENUTUP MATA
Aku selalu
bermimpi menjadi seorang malaikat yang sangat cantik dan menawan, datang dan
selalu melukis senyum pada setiap orang yang kuhampiri. Azmya Ashalina, nama
yang sesuai dengan apa yang sering kuimpikan. Aku sangat berharap suatu saat
nanti bisa menjadi seseorang yang bisa membuat orang lain tersenyum dalam
keadaan apapun.
Aku sudah lama mengidap penyakit leukimia.
Penyakit yang semakin hari semakin membuatku semakin lemah. Namun, aku tetap
semangat dalam menjalani hidup. Aku tak ingin siapapun tahu apa yang kurasakan
saat ini, terutama sahabat baikku, Ryan. Sudah hampir enam bulan aku
menyembunyikan tentang penyakit ini darinya, sungguh rasanya tak ingin membuatnya
khawatir.
Pernah satu minggu aku absen dari sekolah,
benar-benar merasa lemah melawan penyakit ini, aku merasa tak sanggup. Ryan dan
teman-temanku tidak tahu tentang keberadaanku dan penyakit apa yang sedang
menggerogoti tubuhku. Aku meminta Mama tidak memberitahukepada pihak sekolah
termasuk Ryan, untung saja mama menyetujuinya.
Perubahan fisik yang semakin lama semakin
terlihat jelas. Tubuhku semakin kurus, wajahku sering pucat, selain itu aku
sering merasa pusing dan mimisan, dan coba tebak! Aku mimisan di depan Ryanyang
sangat membuatnya khawatir.
“Lin…kamu kok mimisan!”
“Oh…eh udah biasa kok!” aku tetap
menutupinya dengan senyum, tapi tetap saja Ryan curiga.
Aku merasa gelap dan tak sadarkan diri, rasanya
seperti sedang tidur dan beristirahat sejenak.Entah apa yang sedang terjadi. Saat
aku membuka mata, tiba-tiba aku sudah terbaring lemah dan ada Ryan yang duduk
menunggu di sampingku.
“Yan.. aku
kenapa?”
“Kamu pingsan,
mimisan! Lin, sebenarnya kamu kenapa sih? Kamu sakit ya? Sakit apa?” terlihat
dari raut wajahnya, ia sangat sedih.
“Aku nggak
sakit apa-apa kok, Yan. Cumaterlalu lelah aja. Aku butuh istirahat” aku
melukiskan senyum di wajahku, berharap Ryan percaya dan tidak mencurigai
apapun.
“Oh.. aku hanya berharap kamu nggak bohong, Lin. Aku nggak tau kamu
kenapa sebenarnya, dan aku benar-benar sangat merasa bersalah, karna aku gak
tau apa yang terjadi sama kamu. Aku harap kamu tidak nutupin apa-apa.”
Sungguh tak mengerti. Apa ini memang
menggambarkan rasa perhatiannya sebagai seorang sahabat? Atau dia menyayangiku
lebih? Ya Allah, aku benar-benar nggak tega bohongi dia, dan nggak ingin dia tahu
tentang semua ini. Aku nggak mau orang lain khawatir dan kasihan padaku. Ya Allah..
aku mohon.. bantulah hamba melewati semua ini.
Hari demi hari kulalui bersama Ryan,
kejadian-kejadian yang kualami semakin membuat dia curiga. Aku mulai sering
absen dari sekolah, check up, dan terapi. Entah kenapa, semua ini bukannya
menyembuhkanku, malah semakin membuatku lemah. Vonis dari dokter yang membuatku
semakin pilu dan membuatku benar-benar ingin mengakhiri hidup ini.
“Azmya Ashalina, waktu kamu 3 bulan lagi!”
benar-benar membuat air mataku jatuh saat itu. Bahkan dokter menyarankan untuk
berhenti beraktivitas seperti biasa dan menyarankan untuk berdiam diri dan
menghabiskan sisa hidupku di rumah sakit.
Aku tak bisa, “Ma, Pa.. kalaupun waktu Lina sebentar lagi. Lina
nggak mau hanya tidur di rumah sakit. Disisa hidupku harus bisa buat semua
orang tersenyum. Lina mohon, Ma, Pa..” melihat Mama, orang yang sangat
kusayangi menangis di hadapanku semakin membuat hatiku pilu. Aku merasa berdosa
ketika membuat Mama menangis. Entah tak tega melihat keadaanku, dengan segera
Mama menghapus air matanya dan menuruti permohonanku.
Waktu yang benar-benar singkat. Satu bulan
sudah kulalui dengan Ryan, Mama, dan Papa. Aku tak sanggup. Mengingat vonis
dokter, 3 bulan? Waktuku 2 bulan lagi.. ya Allah.. inikah jalan takdirku? Aku
selalu berdoa didalam sujud sholat memohon kepada Allah untuk memberikan kesembuhan.
“Yan.. gimana
kalau aku pergi ninggalin kamu, selamanya?”
“Maksud kamu, Lin?
Kok ngomong gitu sih!”
“Enggak sih..
Cuma seandainya aja. Aku juga nggak mau ninggalin kamu, tapi kan suatu saat
nanti kita pasti berpisah”
“Lin…” hanya itu yang dikatakannya padaku, wajahnya terlihat sangat
bingung dan khawatir mendengar perkataanku. Yan.. kamu tahu? Kalau aku dikasih
pilihan, aku nggak akan memilih keadaanku yang seperti ini. Aku akan memilih
hidup bahagia dengan kamu selamanya. Tapi itu takkan mungkin kan?
Entah kenapa tiba-tiba aku merasa gelap.
Entah siapa..mereka yang mengangkatku, aku mendengar tangisan Mama. Saat
tersadar, aku melihat diriku terbaring lemah di sebuah kamar dalam ruangan
rumah sakit. Tanganku sudah di pasang infus, dan bantuan pernafasan. Buat apa
ini semua? Aku tak kenapa-kenapa. Aku baik-baik saja.
“Kamu bohong,
Lin! Kenapa kamu nggak pernah cerita sama aku? Kenapa kamu biarin aku tau
setelah penyakit kamu udah bener-bener parah?” mata Ryan berkaca dan dia membentakku.
“Yan…” entah kenapa suaraku menggambarkan aku sangat lemah. Aku tak sanggup, air mataku menetes saat itu juga. Kepalaku sangat sakit.. semua ini. Aku lelah.
“Yan…” entah kenapa suaraku menggambarkan aku sangat lemah. Aku tak sanggup, air mataku menetes saat itu juga. Kepalaku sangat sakit.. semua ini. Aku lelah.
“Kamu jangan
nangis, Lin. Maafin aku, udah ngomong kasar. Aku janji Lin, akan nemenin kamu
sampai kapanpun..” Ryan mencoba tersenyum padaku.
Hari demi hari kulalui
dengannya, dia selalu menemaniku di rumah sakit, hari minggu dan saat pulang
sekolah. Semua yang kulewati dengannya membuatku semakin menyayanginya.Malam
itu aku berdoa sambil meneteskan air mata, “Ya Allah.. terimakasih untuk semua
yang telah kau berikan padaku sampai saat ini. Aku tetap bersyukur dengan semua
ini. Ya Allah.. aku tahu kondisiku sekarang sangat lemah, harapanku sangat
kecil untuk bisa hidup lebih lama lagi. Ya Allah.. aku tak mengerti tentang apa
yang kurasakan saat ini.
Di tengah-tengah sakit
yang kurasakan, aku tetap bisa merasakan adanya cinta antara aku dan Ryan. Aku
mohon ya Allah. Beri aku waktu lebih lama, aku ingin membuatnya tersenyum, aku
ingin melukis senyum di wajahnya. Aku juga ingin membuat kedua orangtuaku
bahagia. Aku mohon ya Allah, jika aku harus pergi, kirimkan penggantiku kepada
kedua orang tuaku ya Allah. Aku percaya mukzizat itu akan datang padaku. Aku
mohon.. aku juga mohon ampun atas semua dosa-dosaku. Terimakasih ya Allah, Amin”
Satu setengah bulan sudah
terlewati, aku teringat tentang perkataan itu. Waktuku tak lama lagi. Namun,
setidaknya apa yang kuinginkan sudah tercapai, membuat orang yang kusanyangi tersenyum
disisa-sisa hidupku, dan aku juga sudah menjadi pacar Ryan, meskipun itu hanya
sebentar saja. Sekarang aku hanya menunggu. Terima kasih ya Allah telah
mengirimkan penggantiku untuk Mama dan Papa. Mungkin dia ‘kan datang setelah
aku pergi, menjadi penawar hati yang sedang terluka untuk orangtuaku. Aku hanya
tinggal menghitung hari sampai Allah memanggilku. Aku sudah merelakan semuanya.
Hari ini.. aku merasa
sangat lemah. Detik demi detik terlewat begitu terasa. Inikah saatnya aku
pergi? Detak jantungku semakin lama semakin lambat, semakin lama semakin sulit
untukku menghirup udara. Aku tiba-tiba merasa gelap dan tak berdaya. Terdengar
suara isak tangisan dan aku melihat badanku terbaring tanpa nyawa. Rohku pergi
dari tubuhku. Mama menatap tubuhku dengan tangisan yang sangat kencang, Papa
seorang sosok yang begitu tegar kulihat menangisi diriku, ingin rasanya memeluknya
tapi aku tak sanggup.
“Lin.. sekarang kamu udah
pergi, kamu udah tenang di sana, aku sayang banget sama kamu, Lin. Gadis cantik
yang sangat kusayangi, pergi dan meninggalkan aku selamanya. Asal kamu tahu,
Lin. Aku benar-benar menyesali semua ini, aku tahu kamu sakit seperti ini
setelah kamu sudah semakin parah. Kita takkan pernah putus kan, Lin? Iya kan?
Jangan lupakan aku ya, sayang. Aku selalu menyayangimu, dan selamanya
menyayangimu. Makasih ya, kamu udah jadi malaikat paling cantik yang udah berhasil
buat aku senyum disisa hidup kamu, dan sampai kamu menutup mata. Aku pasti
rindu merindukanmu, Lin. Selamat jalan ya Azmya Ashalina, pacarku dan sahabatku
tersayang..” Ryan menangis sambil mengelus tubuhku yang tidak bernyawa lagi.
“Aku juga sayang Mama, Papa, dan kamu Ryan..
selamat tinggal”
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar