RODA KEHIDUPAN
EPISODE 1
Hiduplah keluarga kurang mampu dari Bapak Gito yang mempunyai anak
tunggal. Terlihat di ruang tamu Pak Gito sedang berbincang-bincang dengan
anaknya.
Karyo : “Pak…bapak.”
Bapak : “Ada apa, Le?”
Karyo : “Bapak punya
uang gak, pak?”
Bapak : “Lah mau buat
apa to, Le?”
Karyo : “Saya mau
daftar tentara, pak.”
Datanglah ibu sambil membawa minuman untuk Bapak.
Ibu : “Ada apa to
Le, kok serius banget.”
Bapak : “Ini bu, anake
mau daftar tentara.”
Ibu : “Beneran,
Yo? Sudah mantep?”
Karyo : “Iya bu, kalau
ada uangnya.”
Bapak : “Kalau soal
uang, bapak sama ibu usahan, Le.”
Malam harinya Pak Gito dan istrinya melanjutkan perbincangan untuk
membahas tentang anaknya.
Ibu : “Pak,
gimana anake kita mau cari uang dimana?”
Bapak : “Gimana ya bu,
kita gak punya tabungan.”
Ibu : “Kalau kita
pinjam uang di Bank gimana, pak?”
Bapak : “Lah minjam di
Bank jaminannya apa, bu?”
Ibu : “Kalau
rumah atau sawah gimana, pak? Itu harta yang kita punya.”
Bapak : “Tapi kalau
kita gak bisa bayar gimana, bu?”
Ibu : “Iya ya
pak, kalau gak bisa bayar kita tinggal dimana?”
Bapak : “Apa kita jual
sawah aja, bu?”
Ibu : “Yasudah
pak gak papa, dari pada rumahnya disita.”
Bapak : “Yasudah besuk
coba bapak tawarkan.”
Beberapa hari kemudian Pak Gito memberikan uang kepada Karyo untuk
mendaftarkan tentara.
Bapak : “Le, ini
uangnya buat dafat tentara.”
Karyo : “Terima kasih
pak, doakan diterima ya pak.”
Bapak : “Iya Le, wes
sana hati-hati.”
Setelah diberi uang, Karyo langsung bersiap-siap untuk mendaftar dan
menemui salah satu petugas.
Karyo : “Permisi pak, kalau mau daftar dimana ya?
Petugas : “Itu masuk
aja, dek.”
Karyo : “Iya pak,
terima kasih.”
Kemudian Karyo mengikuti tes masuk tentara. Beberapa jam kemudian
Petugas memanggil Karyo.
Petugas : “Karyo…”
Karyo : (Maju kedepan
mengambil amplop, kembali ke tepat duduk dan
membuka isi
amplop) “Ya Allah.”
Petugas : “Sudah dek tidak apa-apa. Masih ada kesempatan lain.”
Karyo : “Iya Pak” (Bergegas meninggalkan ruangan).
Dalam perjalanan pulang, Karyo bingung untuk memberitahukan kepada orang
tuanya. Karyo pun leangsung bergegas pulang ke rumah. Bapak yang sedang duduk
bersantai di ruang tamu, langsung menanyainya.
Bapak : “Gimana, Le?
Diterima to?”
Karyo : (Demgan muka
sedih) “Mboten pak.”
Bapak : (Kaget)
“Gimana to, Yo?”
Karyo : “Lah gimana
pak? Karyo sjuga sudah usaha.”
Bapak : “Sudah tak
bela-belakan jual sawah, malah gak diterima.”
Karyo : “Maafin Karyo
pak. Kar…”
Bapak : “Sudah
pokoknya kamu harus ngembalike duite.”
Tiba-tiba Ibu datang.
Ibu :
“Sabar…pak…sabar! Istighfar pak.”
Bapak : “Bapak gak mau
tahu. Pokoknya kamu harus ngembalikan uangnya.”
Karyo : “Iya pak.
Karyo janji” (pergi ke kamar).
Keesokan harinya, Karyo sudah memantapakan dirinya untuk pergi
meninggalkan rumah. Dia pun langsung berpamitan kepada kedua orang tuanya.
Karyo : “Pak..bu…,
Karyo mau bicara.”
Ibu : “Piye, Le?”
Karyo : “Karyo mau
pamit bu, pergi merntau.”
Ibu : “Lah mau
kemana to, Le?”
Karyo : “Mau cari
kerja bu, buat gantiin uang bapak.”
Ibu : “Tapi ibu
gak bisa kasih pesangon, Le.”
Bapak : “Sudahlah bu
biarkan aja, yang penting kita bisa beli sawah lagi.”
Ibu : “Pak…jangan
kayak gitu to.”
Karyo : “Tidak apa-apa
bu.”
Ibu : “Beneran,
Le? Ya sudah hati-hati. Semoga kamu selamat sampai
tujuan.”
EPISODE 2
Sampai di perantauan, Karyo bingung karenahanya memiliki uang Rp.
3000,00. Kemudian dia bertemu dengan tukang becak dan bertanya.
Karyo : “Pak saya mau
Tanya, harga sewa becak seharinya berapa ya?”
Tukang becak : “Rp. 500,00 dek.”
Karyo : “Kalau saya
mau nyewa, dimana ya pak?”
Tukang becak : “Oh…nanti sekalian
saya antar dek.”
Akhirnya Karyo dapat menyewa becak dengan harga sewa Rp.500,00
seharinya. Hari-hari Karyo menjalani pekerjaannya menjadi tukang becak.
Malam hari ketika Karyo sedang beristirahat di atas becaknya, dia
bergumam.
Karyo : “Kalau begini
caranya, mau sampai kapan aku bisa ngembalikan uang
bapak? Untuk
sehari-hari saja gak cukup.”
Keesokan harinya Karyo mengantar penumpang.dalam perjalanan Karyo
melihat ada sebuah pabrik batako dan disana ada lowongan pekerjaan. Setelah
mengantar penumpang. Karyo langsung menuju pabrik batak tersebut dan bertanya.
Karyo : “Permisi pak.”
Tukang : “Ya ada apa
mas?”
Karyo : “Saya mau
melamar kerja pak.”
Tukang : “Oh…y asana
masuk saja, menemui Pak Bambang.”
Karyo menuju ruangan Pak Bambang.
Karyo : (Mengetuk
pintu).
Pak Bambang : “Ya masuk.”
Karyo : “Permisi pak.
Saya mau melamar kerja disini.”
Pak Bambang : “Oh…ya mas. Besuk
langsung kerja ya.”
Karyo : “Terima kasih
pak.”
Keesokan harinya Karyo bekerja sebagai tukang batako. Karyo menjalani
pekerjaannya dengan semangat. Tiga hari kemudian Karyo merasakan susah payah
menjalani pekerjaan itu. Lalu ia memutuskan kembali menjadi tukang becak lagi.
Hari berikutnya dia kembali menarik becak. Dia bertemu dengan seorang
penumpang yang menawari pekerjaan.
Karyo : “Mau kemana
mbak?”
Penumpang : “Ke Rumah Sakit
Ibnu Sina mas.”
Karyo : “Oh kerja
disitu ya mbak?” (sambil mengayuh becaknya).
Penumpang : “Iya mas. Lah
masnya sudah lama kerja jadi tukang becak?”
Karyo : “Ya…gini lah
mbak. Saya sudah lama tapi ingin mencari pekerjaan
yang lebih
baik lagi.”
Penumpang : “Kebutulan mas, di
rumah sakit tempat kerja saya ada lowongan jadi
tukang kebun.”
Karyo : “Kebutulan mbak, sekalian nanti saya mau daftar.”
Penumpang : “Oh iya mas, nanti saya antar.”
Sampai di rumah sakit Karyo diantar
penumpang tadi menuju tempat HRD. Dia berbicara dengan pimpinannya.
Karyo : “Permisi bu.”
Pimpinan : “Ya, ada yang bisa saya bantu?”
Karyo : “Saya mau melamar jadi tukang kebun disini bu.”
Pimpinan : “Wah saying sekali mas. Kebetlan barusan sudah ada yang
melamar.”
Karyo : “Ya sudah bu, terima kasih.”
Pimpinan : “Iya mas.”
Keluar dari ruangan Karyo bertemu
dengan pegawai Rumah Sakit tadi.
Pegawai : “Gimana mas, sudah diterima?”
Karyo : “Wah sudah ada yang melamar mbak.”
Pegawai : “Saya ada informasi pekerjaan lagi mas, tapi bukan di
daerah sini.”
Karyo : “Dimana mbak?”
Pegawai : “Di Jakarta jadi office boy.”
Karyo : “Kalau gitu saya minta alamatnya saja mbak.”
Pegawai : “Oh iya mas.
Ini alamatnya” (sambil memberi selembar kertas).
ini karya siapa
BalasHapus