20171031

Cerpen

SEPOTONG SENJA UNTUK SEBUAH KENANGAN


Jingga mulai tampak menggelayuti langit sore. Senja kala itu masih begitu terasa dalam ingatan. Beberapa waktu silam, ketika surya mengendap-endap kembali ke peraduan, kami berdua begitu mesra menikmati lautan yang mulai keemasan. Riak-riak laut yang terus mencumbui pasir pantai seakan turut bersuka melihat kemesraan kami berdua. Ketika ruang terus bersekutu pada waktu, lamat-lamat senja itu menghilang. Satu persatu tiang-tiang lampu yang berdiri tegak di sepanjang hamparan pantai mulai memancarkan sinarnya manyambut datangnya malam.
“Hari sudah petang, ayo kita pulang!” Seru Dimas sambil mengulurkan tangan untuk mebantuku berdiri dari tempat dudukku.
Aku pun menggapai tangannya dan berjalan pulang dengan rasa penuh kecewa.
“Kok cemberut? Nanti cantiknya hilang lo.” Kata Dimas sambil menghiburku.
“Aku gak cemberut kok, hanya sebel aja.” jawabku dengan nada sedikit kesal.
“Jangan marah gitu dong, lain kali aku pasti ajak kamu menikmati sunset di tempat yang lebih indah lagi.” Jawabnya.

Cerpen

SAMPAI MENUTUP MATA


Aku selalu bermimpi menjadi seorang malaikat yang sangat cantik dan menawan, datang dan selalu melukis senyum pada setiap orang yang kuhampiri. Azmya Ashalina, nama yang sesuai dengan apa yang sering kuimpikan. Aku sangat berharap suatu saat nanti bisa menjadi seseorang yang bisa membuat orang lain tersenyum dalam keadaan apapun.

Aku sudah lama mengidap penyakit leukimia. Penyakit yang semakin hari semakin membuatku semakin lemah. Namun, aku tetap semangat dalam menjalani hidup. Aku tak ingin siapapun tahu apa yang kurasakan saat ini, terutama sahabat baikku, Ryan. Sudah hampir enam bulan aku menyembunyikan tentang penyakit ini darinya, sungguh rasanya tak ingin membuatnya khawatir.

Cerpen

Menggayuh Asa


Satu bulan sudah aku lulus sekolah dan selama itu aku membantu ibu berjualan di pasar. Setiap hari yang kulihat hanya sayur mayur dan segala macam bumbu dapur. Aku bosan dengan suasana yang terus seperti ini. Aku ingin melanjutkan kuliah dan menggapai cita-citaku menjadi seorang guru. Saat semua anggota keluarga sedang berkumpul, aku memberanikan diri untuk mngutarakan apa yang aku inginkan.
“Pak, bu, aku ingin melanjutkan kuliah” kataku dengan ragu.
“Mau kuliah dimana nduk? Kamu sudah yakin?” tanya ibuku.
“Aku mau kuliah di Jakarta bu, ambil keguruan. Aku sudah lama ingin menjadi guru” jawabku.
“Kalau kamu memang sudah yakin bapak akan mencarikan uang untuk kamu kuliah. Tapi biaya hidup di Jakarta mahal nduk. Bapak tidak sanggup kalau membiayai kamu sampai lulus. Kedua adikmu juga masih sekolah” sahut bapak.

CERPEN

Tak Pernah Ada Malam yang Sehangat Ini


Bulan ini kami sekeluarga pindah ke suatu daerah di kota Magelang. Tentunya tak perlu kusebutkan di mana. Saat itu cerita tentang monster besar mengerikan yang ada di dalam lemari atau sejenisnya masih menghiasi masa kecilku. Terlebih ketika aku pidah ke daerah yang cukup sepi dan belakang rumah kami adalah hutan yang menurutku sangat menyeramkan.
Sempat aku terpengaruh olehnya, tapi Ibuku selalu berkata kalau monster hanya cerita untuk menakuti anak-anak nakal. Jadi sejak saat itu aku tak pernah lagi takut dengan hanl seperti itu.
Sampai akhirnya teori itu terpatahkan oleh sesuatu yang kemudian datang ke samping tempat tidurku.
Aku sedang berada di kamar sendirian tanpa penerangan. Ya, sebelumnya aku memang bukan sosok penakut, aku justru sangat menyukai hal ini. Tapi entah kenapa hal ini justru membuatku tidak nyaman. Aku memperhatikan jam weker yang terletak tepat di meja sebelah kanan ranjangku, saat itu menunjukkan pukul 01.00 dini hari.
Aku merasa ada yang mengelus punggungku. Aku memang sebelumnya merasa ada yang aneh, tapi lama kelamaan aku merasa nyaman.

20171030

Puisi

Puncak Alang - Alang

Berdiri tinggi bersama teman-temannya
Diantara kehijauan dan hembusan angin
Panas terik matahari nutrisi bagimu
Elok terlihat pagi hari parasmu

Sungguh indah saat ku temui mu
Ku berjanji tak akan menyakitimu
Ku temani alang-alang ku
Sampah ku takkan lupa ku bawa turun

Aku tidak akan membunuhmu
Hanya meninggalkan jejakku
Yang sejuk, tenang, senang kurasakan
Sungguh tak percaya itu kenyataanmu
Ku takkan pernah melupakanmu
Inginku selalu kembali ke puncak alang-alang


Happy Rizqina, 16 okt 17

Puisi

GUGUR


Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Di ujung maut menjemputnya
Ia sembari lirih kata terucap

         Wahai tanah Indonesiaku
         Sebagai saksi bisu perjuanganku
         Waktu kan berjalan
         Menyatukanku denganmu
         Dalam jiwa dan raga

Senyap sepi mulut tak berkata
Tubuh terkejang meregang nyawa
Hembus nafas terakhir
Dalam tidur yang abadi

M. Rifqi, 16 okt 17

20171027

Analisis Puisi Senja di Pelabuhan Kecil

SENJA DI PELABUHAN KECIL
Chairil Anwar

Kepada Sri Ajati

                      Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua, pada cerita
Tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
Menyinggung muram, desir hari lari berenang
Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
Menyisir semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
Dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap





 

Honey Bunny Template by Ipietoon Cute Blog Design